Hati-Hati, Diduga Ada Perusahaan Cangkang di Saham Vale

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Senin, 12/06/2023 14:07 WIB
Foto: VALE (REUTERS/Adriano Machado)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom dan Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengingatkan, Pemerintah RI perlu berhati-hati dalam proses pengambilalihan saham 51% PT Vale Indonesia Tbk (INCO) secara penuh. Apalagi, kepemilikan saham publik sebesar 20,7% di Vale diduga ada yang merupakan perusahaan cangkang.

Menurut Bhima, divestasi saham Vale sebesar 51% sebagai syarat perpanjangan tambang dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada 2025 tentunya akan sangat menguntungkan bagi Indonesia. Mengingat, tambang nikel Vale mempunyai peran yang cukup penting dalam mendorong ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai.

Meski demikian, ia mewanti-wanti kepada pemerintah apabila nantinya pengambilalihan saham melalui MIND ID membutuhkan biaya yang cukup besar, pemerintah harus selektif untuk mencari mitra kerja sama.


"Kalaupun pemerintah melalui BUMN bekerja sama dengan perusahaan lainnya, jangan sampai perusahaan lain yang diajak kerja sama adalah perusahaan yang cangkang atau perusahaan-perusahaan yang seolah-olah dia bukan bagian dari Vale, bukan bagian dari kepemilikan eksisting Vale, padahal kalau dilacak dia kepemilikannya sama, nah ini yang perlu diperhatikan," tutur Bhima dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia dikutip Senin (12/6/2023).

Bhima pun menekankan, ketika Indonesia ingin menguasai saham Vale, artinya 51% saham Vale seharusnya benar-benar dimiliki oleh Indonesia. Namun ketika ternyata 20,7% saham di publik ada yang berafiliasi pada Vale, maka menurutnya ini seharusnya tidak bisa dimasukkan ke dalam pemegang saham Indonesia 51%.

"Kemudian 20% ternyata dilepas ke dalam publik tapi publiknya afiliasi dari Vale juga itu gak benar. Tinggal political will aja, kalau ambil ambil aja, kalau jadi pengendali yang benar-benar punya kebermanfaatan nasional," tuturnya.

Sebelumnya, Komisi VII DPR RI meminta Arifin Tasrif mengkaji kembali pengajuan perpanjangan Kontrak Karya (KK) oleh PT Vale Indonesia yang akan habis pada 2025 mendatang.

Pasalnya, pelepasan saham 11% ke negara belum memenuhi syarat untuk Vale mendapatkan peralihan status Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Seperti diketahui, pengambilalihan 11% saham ini terkait dengan kewajiban divestasi 51% saham Vale kepada Indonesia, sebelum Vale mengajukan perpanjangan. Namun demikian, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Hariyadi menilai pengambilalihan 11% saham Vale masih belum memenuhi syarat.

Menurut Bambang, hal tersebut terjadi lantaran pemerintah Indonesia melalui MIND ID saat ini baru memegang kepemilikan saham Vale sebesar 20%. Dengan demikian, apabila Vale menawarkan sahamnya sebesar 11% untuk diambil negara, maka sejauh ini baru 31% saham yang dipegang pemerintah Indonesia.

Bambang menjelaskan, kondisi tersebut terjadi lantaran kepemilikan saham publik sebesar 20,7% di PT Vale Indonesia tidak jelas asal usulnya. Bahkan, berdasarkan informasi yang diperoleh, saham publik sebesar 20,7% diduga bukan dikuasai oleh pasar domestik melainkan perusahaan cangkang milik Vale sendiri.

"Apakah Pak Menteri sudah cek infonya bukan dikuasai pasar domestik mereka pakai cangkang perusahaan domestik infonya itu yang memiliki saham 20%," kata Bambang dalam Rapat Kerja bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif, Senin (5/6/2023).

"Bahkan terindikasi itu Dana Pensiun Sumitomo, padahal Sumitomo sendiri sudah memiliki saham yg tercatat di Vale. Jadi menurut kami palsu-palsu yang 20 persen di publik ini, 80 persen mereka juga dengan baju publik," tambah Bambang.

Oleh sebab itu, Bambang mendorong pemerintah untuk dapat mengambil alih kepemilikan saham 51% milik PT Vale Indonesia sepenuhnya. Dengan catatan, saham milik publik sebesar 20% harus jelas terlebih dahulu asal-usulnya.

Seperti diketahui, PT Vale Indonesia merupakan perusahaan nikel asal Kanada yang beroperasi di Indonesia. Kontrak Karya Vale akan berakhir pada 2025, tepatnya 28 Desember 2025.

Kontrak Karya Vale ini sudah mengalami perpanjangan satu kali pada Januari 1996. Adapun kontrak pertama Vale dimulai sejak 1968 lalu. Artinya, sudah lebih dari 50 tahun Vale menambang nikel di Indonesia.

Namun demikian, mayoritas saham PT Vale Indonesia hingga kini masih dimiliki asing, yakni Vale Canada Limited (VCL) 44,3%, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd (SMM) 15%.

Saham murni Indonesia sejauh ini setidaknya "hanya" 20% yakni dimiliki Holding BUMN Tambang MIND ID, sementara 20,7% merupakan saham publik terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga belum tentu murni dimiliki Indonesia.

Masuknya MIND ID menjadi pemegang saham sebesar 20% di PT Vale Indonesia secara resmi terjadi pada 2020 lalu, tepatnya ketika dilakukan penandatanganan Perjanjian Jual Beli Saham (Shares Purchase Agreement) pada 19 Juni 2020 lalu.

MIND ID harus mengocek Rp 5,52 triliun atau Rp 2.780 per saham untuk akuisisi 20% saham PT Vale Indonesia dari VCL dan SMM. Dari divestasi Vale 20% tersebut, sebesar 14,9% saham tadinya milik VCL, dan 5,1% milik SMM.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Komitmen PT Vale Indonesia di Praktik Penambangan Berkelanjutan