Update Kasus Rp349 T: KPK, Sri Mulyani & Mahfud Buka Suara
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya buka suara terkait dengan daftar tersangka dan terdakwa kasus transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, daftar nama-nama tersebut merupakan pegawai lama yang sudah dicopot dari jabatannya dan telah diproses hukum. Jelas nama-nama itu sudah disidang sebelum Menko Polhukam Mahfud Md bersuara ihwal transaksi mencurigakan di Kemenkeu setelah terkuaknya kasus Rafael Alun Trisambodo (RAT).
"Jadi itu kan kejadian yang sudah lama yang sudah disampaikan KPK," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, dikutip Senin (12/6/2023).
Mantan pejabat Bank Dunia tersebut menegaskan pihaknya akan turut menyampaikan penjelasan lebih lanjut dari proses penanganan dugaan transaksi mencurigakan di institusinya itu. Namun, dia belum mengungkap lebih rinci kapan penyampaian itu dilaksanakan.
"Nanti akan disampaikan, itu kan kejadian tahun-tahun yang lama, yang itu kasusnya sudah ditangani KPK," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo membenarkan daftar tersangka itu memang termasuk ke dalam data transaksi mencurigakan yang berasal dari laporan hasil analisis (LHA) PPATK. Namun, ia menegaskan laporan itu mayoritas sudah ditindaklanjuti.
"Data yang dipaparkan tersebut merupakan informasi yang termasuk dalam kasus Rp 349 triliun yang dikirimkan oleh PPATK ke APH (aparat penegak hukum), dan sebagian besar sudah ditindaklanjuti, baik oleh Itjen Kemenkeu maupun KPK," kata Prastowo dikutip dari keterangan tertulis.
Prastowo juga menekankan daftar tersangka yang dibacakan Ketua KPK Firli Bahuri saat rapat kerja dengan Komisi III DPR pada Rabu (7/6) itu tidaklah seluruhnya merupakan pegawai Kementerian Keuangan, maka di situ menyiratkan adanya pengembangan.
"Dalam paparannya, Ketua KPK hanya menyebutkan 'List 33 LHA PPATK Terkait Kemenkeu dan Pajak' dan tidak menyatakan bahwa 16 orang tersebut pegawai Kemenkeu. Maka dapat kami jelaskan bahwa dari 16 nama tersebut, tujuh di antaranya bukan pegawai Kemenkeu," ucap Prastowo.
Nama daftar pihak-pihak yang terlibat dalam kasus itu sebelumnya disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri saat rapat kerja dengan Komisi III DPR kemarin.
Kata Firli, nama-nama itu ditangani berdasarkan 33 laporan hasil analisis (LHA) yang diserahkan PPATK ke KPK. Laporan itu juga termasuk ke dalam bagian dari laporan Satgas TPPU bentukan Mahfud Md setelah kasus itu mencuat ke publik.
Nominal transaksi mencurigakan yang diurus dari 33 LHA itu mencapai Rp 25,36 triliun. Rinciannya terdiri dari LHA yang tidak terdapat dalam database KPK sebanyak 2 laporan, dan yang telah masuk ke dalam proses telaah sebanyak 5 laporan.
Adapun yang telah memasuki tahap penyelidikan sebanyak 11 laporan, yang masuk ke tahap penyidikan sebanyak 12 laporan, dan dilimpahkan ke Mabes Polri sebanyak 3 laporan. Dengan demikian total laporan yang masuk sebanyak 33 LHA.
Dari 12 LHA yang telah masuk ke tahap penyidikan, ia mengatakan sudah terdapat 16 nama tersangka dan terpidana. Ia pun menjabarkan secara rinci nama-nama orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan terpidana, termasuk jumlah transaksinya yang telah diketahui.
Dari bahan paparan Firli di DPR, tampak nama Andhi Pramono, Kepala Bea Cukai Makassar, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dengan nominal transaksi sebesar Rp 60,16 miliar.
Selain itu, ada nama Eddi Setiadi, mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Bandung yang telah ditetapkan sebagai terpidana dengan nilai transaksi sebesar Rp 51,8 miliar.
Kemudian, ada nama Istadi Prahastanto dan Heru Sumarwanto yang nilai transaksi keduanya Rp 3,99 miliar dan statusnya telah menjadi terpidana. Demikian juga Sukiman dengan nilai transaksi Rp 15,61 miliar dan statusnya telah terpidana.
Ada juga nama Natan Pasomba dan Suherlan dengan total nilai transaksi keduanya Rp 40 miliar dengan status terpidana. Kemudian Yul Dirga dengan nilai transaksi Rp 53,88 miliar dengan status terpidana, serta Hadi Sutrisno dengan nilai transaksi Rp 2,76 triliun sebagai terpidana.
Dari 12 LHA yang telah masuk ke tahap penyidikan, ia mengatakan sudah terdapat 16 nama tersangka dan terpidana. Ia pun menjabarkan secara rinci nama-nama orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan terpidana, termasuk jumlah transaksinya yang telah diketahui.
Dari bahan paparan Firli di DPR, tampak nama Andhi Pramono, Kepala Bea Cukai Makassar, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dengan nominal transaksi sebesar Rp 60,16 miliar.
Selain itu, ada nama Eddi Setiadi, mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Bandung yang telah ditetapkan sebagai terpidana dengan nilai transaksi sebesar Rp 51,8 miliar.
Kemudian, ada nama Istadi Prahastanto dan Heru Sumarwanto yang nilai transaksi keduanya Rp 3,99 miliar dan statusnya telah menjadi terpidana. Demikian juga Sukiman dengan nilai transaksi Rp 15,61 miliar dan statusnya telah terpidana.
Ada juga nama Natan Pasomba dan Suherlan dengan total nilai transaksi keduanya Rp 40 miliar dengan status terpidana. Kemudian Yul Dirga dengan nilai transaksi Rp 53,88 miliar dengan status terpidana, serta Hadi Sutrisno dengan nilai transaksi Rp 2,76 triliun sebagai terpidana.
Selanjutnya ada nama Agus Susetyo, Aulia Imran Maghribi, Ryan Ahmad Ronas, serta Veronika Lindawati dengan total nilai transaksi Rp 818,29 miliar dengan status sebagai terpidana. Juga ada Yulmanizar dan Wawan Ridwan yang transaksinya senilai Rp 3,22 triliun dengan status terpidana, serta Alfred Simanjuntak Rp 1,27 triliun dengan status terpidana.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengakui bahwa 16 nama tersangka dan terdakwa kasus transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan yang telah diumumkan KPK bukanlah barang baru.
Kendati demikian, dia menegaskan bahwa kasus yang menjerat mereka berdasarkan laporan hasil analisis (LHA) PPATK belum tuntas ditelusuri seluruhnya, khususnya terkait tindak pidana pencucian uangnya (TPPU). Maka pengusutannya harus tuntas setelah Satgas TPPU ia bentuk.
"Memang ada penjelasan bahwa itu bukan barang baru karena sudah lama jadi tersangka, itu bagian dari tidak tuntas yang akan dituntaskan," tegas Mahfud.
(haa/haa)