
Pabrik Nikel RI Membludak, Hati-Hati Cadangan Kritis!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga kini masih belum melakukan pembatasan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) kelas dua yaitu untuk produk Nickel Pig Iron (NPI) dan Feronikel (FeNi).
Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid mengatakan pihaknya hingga kini masih mempelajari rekomendasi dari Komisi VII DPR RI terkait pembatasan pembangunan smelter untuk produk NPI.
"Semua rekomendasi dari DPR tentu kita evaluasi lagi, semua kebijakannya yang terkait itu yang jelas kita melihat berapa sih sumber daya yang kita punya, berapa smelter yang mestinya bisa dibuat dan tentunya kita juga koordinasi dengan Kemenperin," ungkap Wafid saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (8/6/2023).
Seperti diketahui, moratorium smelter nikel kelas dua dilakukan salah satunya karena mempertimbangkan ketersediaan cadangan nikel di Indonesia.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengungkapkan pembahasan terkait rencana pembatasan smelter nikel kelas dua sudah dilakukan antar kementerian. Adapun pelaksanaannya sendiri masih menunggu data data secara komprehensif.
"Mulai dari sumber daya, jumlah cadangan, serapan smelternya. Sebagai contoh misalnya sekarang ini kalau kita lihat NPI ditambah Fero Nikel itu kalau dijumlah keduanya kan gila-gilan itu, kalau semuanya terjadi," kata dia dalam diskusi Peningkatan Kapasitas Media Sektor Minerba, Rabu (8/3/2023).
Irwandy mencontohkan, untuk smelter NPI saja misalnya, dibutuhkan bijih nikel sebanyak 160 juta ton. Sementara apabila semua smelter kelas dua terbangun, maka kebutuhan untuk bijih nikel diperkirakan mencapai kurang lebih 450 juta ton.
"Akibatnya, jumlah cadangan nikel itu cuma 5,2 miliar ton, bisa bayangkan bagaimana cadangan cepat habis kalau eksplorasi dan penemuan baru gak ada. Jadi ini cukup kritis kondisinya kalau kita gak ambil satu langkah," kata dia.
Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) sebelumnya juga menilai pemerintah perlu melakukan pembatasan bagi smelter nikel kelas dua yaitu untuk produk Nickel Pig Iron (NPI) dan Feronikel (FeNi).
CEO IMIP Alexander Barus membeberkan bahwa pabrik pengolahan turunan untuk NPI dan FeNi yaitu pabrik stainless steel masih kurang di Indonesia, sehingga penyerapan NPI dan FeNi di dalam negeri masih kurang.
"Fasilitas untuk pembuatan stainless steel ini saat ini masih terbatas dalam negeri, intinya semua produk Feronikel dan Nickel Pig Iron itu belum dapat diserap dalam negeri," ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Kamis (26/1/2023).
Alexander menilai, Indonesia masih dalam tahap hilirisasi dan belum mencapai tahap industrialisasi. Oleh karena itu, dia mengatakan perlu adanya moratorium untuk pembangunan smelter kelas dua.
"Saya kira ini kita masih sampai pada tahap hilirisasi belum sampai tahap lanjutan industrialisasi menghasilkan produk akhir. Saya kira di situ sekarang yang perlu kita pertimbangkan kalau ada moratorium," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jreng! DPR Sebut Ada Penyelundupan Nikel Gaya Baru