Internasional

Tiba-Tiba Putin Telpon Putra Mahkota Arab MBS, Ada Apa?

sef, CNBC Indonesia
Kamis, 08/06/2023 12:50 WIB
Foto: Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin selama pembukaan KTT para pemimpin G20 di Buenos Aires, Argentina 30 November 2018. REUTERS / Sergio Moraes

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) tiba-tiba melakukan komunikasi via telepon, Rabu (7/6/2023). Diketahui, keduanya terakhir berhubungan 21 April.

Mengutip CNN International hal ini terkait hubungan dagang dan ekonomi kedua negara. Hal ini terjadi di tengah keputusan pemangkasan minyak Arab Saudi yang mengejutkan harga minyak sepekan ini.

"Masalah kerjasama Rusia multifase dibahas," kata Kremlin dalam keterangannya.


"Secara khusus, perhatian diberikan pada langkah-langkah untuk lebih memperkuat hubungan perdagangan dan ekonomi, dan pelaksanaan proyek bersama prospektif dalam investasi, logistik transportasi, dan energi," tambah Rusia.

Kedua belah pihak dikatakan membahas secara rinci bagaimana memastikan stabilitas di pasar energi dunia. Ini terkait kerja sama Rusia dan Arab Saudi di OPEC+.

"Kedua belah pihak menyatakan apresiasi yang tinggi atas tingkat kerja sama dalam kerangka OPEC+, yang memungkinkan pengambilan langkah-langkah yang tepat waktu dan efisien untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan minyak. Kita mencatat juga pentingnya kesepakatan yang dicapai selama pertemuan menteri baru-baru ini di Riyadh," menurut pernyataan itu.

Kremlin mengatakan Moskow dan Riyadh pun setuju untuk bermitra di organisasi lain di mana keduanya berpartisipasi. Kontak juga akan diperkuat di berbagai tingkatan.

Arab Saudi adalah pemimpin negara-negara penghasil minyak OPEC. Sementara Rusia adalah negara penghasil minyak di luar OPEC.

OPEC dan beberapa negara penghasil minyak non OPEC sendiri tergabung dalam OPEC+. Termasuk Rusia, Meksiko dan Kazakhstan.

Sejak 2016, OPEC+ mengoordinasikan dan mengatur produksi minyak serta menstabilkan harga minyak dunia. Anggotanya menghasilkan sekitar 40% minyak mentah dunia dan memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi global.

Keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi minyak pada bulan April dapat berdampak besar bagi Rusia. Setelah Rusia menyerang Ukraina tahun lalu, Amerika Serikat (AS) dan Inggris segera menghentikan pembelian minyak dari negara tersebut.

Uni Eropa juga menghentikan impor minyak Rusia yang dikirim melalui laut. Negara G7- organisasi para pemimpin dari beberapa ekonomi terbesar dunia seperti Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, termasuk AS- juga telah mengenakan batas harga US$60 per barel untuk minyak yang diekspor oleh Rusia untuk menjaga pendapatan negara tetap rendah secara artifisial.

Jika harga minyak terus naik, beberapa analis berspekulasi bahwa AS dan negara barat lainnya mungkin harus melonggarkan batasan harga tersebut. Kenaikan harga minyak bakal makin menaikkan inflasi di negara maju yang kini kebanyakan menghadapi krisis biaya hidup akibat mahalnya energi pasca perang Rusia-Ukraina.

Sebelumnya, Arab Saudi mengatakan akan memperpanjang pemotongan sukarela produksi minyak sebesar 500.000 barel per hari hingga akhir Desember 2024. Arab Saudi mengaku telah berkoordinasi dengan beberapa negara yang berpartisipasi dalam perjanjian OPEC+.

Kementerian Energi Arab Saudi juga mengumumkan pengurangan produksi minyak sukarela tambahan sebesar 1 juta barel per hari untuk Juli, di mana pengurangan dapat diperpanjang lebih lanjut ke depannya. Ini artinya produksi minyak Saudi menjadi 9 juta barel per hari, dan total pemotongan sukarela menjadi 1,5 juta barel per hari pada Juli.

Hal tersebut membuat AS meradang. Keretakan dilaporkan makin besar antara dua sekutu tradisional itu, apalagi sejak AS mempermasalahkan hak asasi manusia (HAM) Arab Saudi terkait pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Tiba di Rusia & Siap Kopdar Dengan Putin