Internasional

Waspada! Tanda-Tanda 'Kiamat' Mulai Muncul Dekat RI

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Rabu, 07/06/2023 21:20 WIB
Foto: REUTERS/CHALINEE THIRASUPA

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena pemanasan global rupanya sudah mulai terasa di Asia Tenggara. Hal ini terlihat dari bagaimana suhu menghangat di wilayah ini, dengan warga mulai terancam akibat suhu yang ekstrim.

April dan Mei biasanya merupakan bulan-bulan terpanas dalam setahun di Asia Tenggara, karena suhu naik sebelum musim hujan membawa kelegaan. Namun tahun ini, mereka mencapai level yang belum pernah dialami sebelumnya di sebagian besar negara di kawasan ini, termasuk Thailand dan Vietnam.

Thailand melihat hari terpanas dalam sejarah pada 45,4 derajat Celcius. Laos mencapai 43,5 derajat Celcius selama dua hari berturut-turut pada bulan Mei, dan rekor sepanjang masa Vietnam dipecahkan pada awal Mei dengan 44,2 derajat Celcius.


"Gelombang panas paling brutal yang tidak pernah berakhir" yang berlanjut hingga Juni. Pada tanggal 1 Juni, Vietnam memecahkan rekor untuk hari Juni terpanas dalam sejarah dengan 43,8 derajat Celcius," menurut analisis data stasiun cuaca oleh ahli iklim dan sejarawan cuaca Maximiliano Herrera dikutip CNN International, Rabu, (7/6/2023).

Dalam sebuah laporan baru-baru ini dari World Weather Attribution (WWA), sebuah koalisi ilmuwan internasional mengatakan gelombang panas April di Asia Tenggara adalah peristiwa sekali dalam 200 tahun yang 'hampir mustahil' tanpa perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Hal ini pun kemudian mulai berpengaruh kepada kondisi kesehatan. Kelembaban, di atas suhu ekstrem, membuat tubuh semakin sulit untuk mencoba dan mendinginkan diri.

Penyakit yang berhubungan dengan panas, seperti heat stroke dan heat exhaustion, memiliki gejala yang parah dan dapat mengancam nyawa, terutama bagi penderita penyakit jantung dan masalah ginjal, diabetes, dan orang hamil.

Sebagai gambaran, di Thailand, 20 hari di bulan April dan setidaknya 10 hari di bulan Mei mencapai suhu yang terasa seperti di atas 46 derajat Celcius. Pada tingkat ini, tekanan panas termal menjadi ekstrim" dan dianggap mengancam nyawa siapa saja termasuk orang yang terbiasa dengan panas lembap ekstrem.

"Ketika kelembaban di sekitar sangat tinggi, tubuh akan terus mengeluarkan keringat berusaha melepaskan kelembaban untuk mendinginkan diri, namun karena keringat tidak menguap akhirnya akan menyebabkan dehidrasi parah, dan pada kasus akut dapat menyebabkan serangan panas dan kematian," pungkas ahli cuaca ekstrem di Imperial College London, Mariam Zachariah.

"Itulah sebabnya gelombang panas lembap lebih berbahaya daripada gelombang panas kering."

Peristiwa cuaca ekstrem juga memicu terjadinya kesenjangan sosial. Kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses yang memadai ke perawatan kesehatan dan sistem pendingin, dan mereka yang bekerja dengan kondisi yang sangat panas dan lembab adalah yang paling berisiko mengalami tekanan panas.

"Penting untuk berbicara tentang siapa yang dapat beradaptasi, siapa yang dapat mengatasi, dan siapa yang memiliki sumber daya untuk dapat melakukan ini," kata Emmanuel Raju, Direktur Copenhagen Center for Disaster Research.

"Bagi mereka yang bekerja di perekonomian informal, hari yang hilang berarti hari yang hilang dalam upah."


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Jadi Negara Pengguna AI Tertinggi di Asia Tenggara