
Bos Pertamina Ungkap Jurus Kembangkan Bisnis Geothermal

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu pemain panas bumi (geothermal) terbesar di Indonesia. Dari kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) RI sebesar 2.342,6 Mega Watt (MW) hingga akhir 2022, Pertamina mengelola sekitar 77%.
Melalui cucu usaha PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), sekitar 1.877 Mega Watt (MW) PLTP dikelola perusahaan, terdiri dari 672 MW dioperasikan dan dikelola langsung oleh PGE, dan 1.205 MW dikelola dengan skema Kontrak Operasi Bersama atau Joint Operation Contract (JOC).
Kendati demikian, perusahaan plat merah ini tak berdiam diri dan terus berupaya melakukan inovasi. Pertamina menyebut akan terus mengembangkan energi panas bumi di Tanah Air ke depannya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkapkan perusahaan akan terus mengembangkan panas bumi, khususnya meningkatkan penemuan sumber daya melalui kegiatan eksplorasi.
Oleh karena itu, menurutnya peran teknologi dalam pengembangan di sektor panas bumi cukup penting.
Menurut Nicke, selain menggenjot dari sisi bisnisnya, penggunaan teknologi baru yang lebih advance untuk pengembangan panas bumi tak kalah penting.
"Transisi energi harus kita lakukan paralel bagaimana geothermal (panas bumi) harus kita tingkatkan termasuk bukan hanya masalah bisnis semata. Secara teknis kita gunakan teknologi yang advance sehingga meningkatkan rasio keberhasilan ketika kita eksplorasi geothermal ini," kata Nicke dalam Media Briefing Capaian Kinerja 2022, Selasa (6/6/2023).
Sebelumnya, Nicke mengatakan pihaknya berambisi untuk menjadi perusahaan yang lebih ramah lingkungan, di mana perusahaan akan berfokus pada pengembangan transisi energi fosil ke energi baru terbarukan. Namun, perusahaan juga akan tetap menjaga ketahanan energi untuk kebutuhan nasional. Mengingat, sebagai negara berkembang Indonesia masih membutuhkan keterjangkauan.
"Jadi pencapaian kami selama 10 tahun terakhir (2010-2020), kami berhasil mengurangi emisi CO2 sekitar 6,8 juta metrik ton dan itu disumbangkan sebagian besar dari aset minyak, kilang dan hulu kami," ujar Nicke dalam acara Sustainable Finance for Climate Transition, Kamis (14/7/2022).
Di samping itu, perusahaan kata Nicke juga menerapkan sistem pemulihan gas suar bakar, yang merupakan hasil dari kegiatan produksi migas. Setidaknya gas suar bakar tersebut dapat diolah kembali dan dijadikan sebagai bahan bakar tambahan yang dapat dipasok untuk kebutuhan domestik.
"Kami juga menerapkan efisiensi energi. Hulu, midstream, dan hilir serta program gasifikasi dan aktivitas lainnya di aset panas bumi," ujarnya.
Seperti diketahui, panas bumi merupakan salah satu "harta karun" besar yang dimiliki Indonesia. Indonesia merupakan pemilik sumber daya panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Hingga Desember 2020, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sumber daya panas bumi Indonesia mencapai sebesar 23.965,5 Mega Watt (MW) atau sekitar 24 Giga Watt (GW).
Amerika Serikat menduduki peringkat pertama untuk sumber daya panas bumi yakni mencapai 30.000 MW. Selanjutnya, Indonesia 23.965,5 MW, Jepang 23.400 MW, Kenya 15.00 MW dan terakhir Islandia 5.800 MW.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga akhir 2022, kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) RI baru mencapai 2.342,6 Mega Watt (MW). Capaian ini juga masih lebih rendah dibandingkan target 2022 yang sebesar 2.344,1 MW.
Bila dibandingkan dengan total sumber daya panas bumi RI yang mencapai 23.965,5 MW, artinya panas bumi untuk sumber energi RI baru dimanfaatkan 9,8%.
Pertamina melalui PGEO pun berkomitmen untuk terus melakukan pengembangan panas bumi di Tanah Air.
PGEO merupakan emiten yang baru saja melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 24 Februari 2023 lalu. Lewat IPO, PGEO berhasil meraih dana hingga Rp 9,05 triliun.
Berdasarkan rencana penggunaan dana IPO pada prospektus, sebanyak 85% atau setara Rp 7,69 triliun akan digunakan untuk ekspansi perusahaan hingga 2025, diantaranya 55% digunakan sebagai capital expenditure (capex) atau pengembangan kapasitas tambahan dari WKP operasional PGEO saat ini.
Hal tersebut dilakukan melalui pengembangan konvensional dan utilisasi cogeneration technology untuk memenuhi permintaan tambahan dari pelanggan existing PGEO. Sebagian besar dilakukan untuk WKP Lahendong, WKP Hululais, WKP Lumut Balai, dan Margabayur, WKP Gunung Way Panas, WKP Sungai Penuh, dan WKP Gunung Sibayak-Gunung Sinabung.
Kemudian, sekitar 33% akan digunakan untuk pengembangan kapasitas tambahan dari WKP operasional PGEO saat ini untuk mengantisipasi kebutuhan pasar baru, sebagian besar dilakukan di WKP Lumut Balai dan Margabayur, WKP Hululais, WKP Gunung Way Panas, dan WKP Kamojang-Darajat.
Sisanya 12% untuk investasi pengembangan kemampuan digital, analitik, dan manajemen reservoir untuk mendukung production, operation, dan maintenance excellence.
Perusahaan pun menargetkan bisa meningkatkan kapasitas terpasang panas bumi yang dioperasikan sendiri menjadi 1.272 MW pada 2027 dari saat ini 672 MW.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap! 40% Kapasitas Panas Bumi Dunia Ternyata ada di RI
