Era SBY & Jokowi Sama Saja: Industri Ini Jadi Makin Hancur!

cap, CNBC Indonesia
07 June 2023 12:30
RI Dibohongi Bertahun-tahun, Jokowi Langsung Turun Gunung!
Foto: Infografis/ RI Dibohongi Bertahun-tahun, Jokowi Langsung Turun Gunung!/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - Primadona industri pengolahan alias manufaktur di Indonesia kian memudar setiap tahunnya. Meski masih menjadi motor utama perekonomian, kinerjanya terus lesu.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2022 pertumbuhan ekonomi secara kumulatif mencapai 5,31%. Berdasarkan lapangan usahanya, produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan mencapai Rp 3.591,77 triliun dengan laju pertumbuhan 4,89%.

Kinerja industri pengolahan pada 2022 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sebelum pandemi Covid-19 atau 2019 yang tumbuh 3,8%.

Industri pengolahan selalu menempati ranking pertama dalam nilai PDB. Namun, andil industri pengolahan terhadap PDB terus menyusut.

"Pertumbuhan industri pengolahan sejak 2012 selalu di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Pangsa industri pengolahan terhadap ekonomi nasional juga terus menurun dari tahun ke tahun," ungkap BPS dalam dokumen yang diterima CNBC Indonesia, dikutip Rabu (7/6/2023).

Sepanjang 2022, kontribusi industri pengolahan sebesar 18,34%, padahal pada 2019 mencapai 19,7%.

Secara rinci pangsa industri pengolahan terhadap ekonomi nasional pada 2019 mencapai 19,7%, naik tipis pada 2020 menjadi 19,87%, namun turun pada 2021 menjadi 19,24% dan pada 2022 pangsa industri pengolahan terhadap ekonomi nasional hanya mencapai 18,34%.

Berdasarkan pengeluarannya, data BPS menunjukkan, komponen pembentukan modal tetap bruto sepanjang 2022 tumbuh 3,33% secara kumulatif.

BPS. (Tangkapan Layar Youtube BPS)Foto: BPS. (Tangkapan Layar Youtube BPS)
BPS. (Tangkapan Layar Youtube BPS)

Pertumbuhan PMTB pada 2022 tersebut lambat dibandingkan dengan kinerja pada 2019 yang mencapai 4,08%. Komponen ini terdiri dari pertumbuhan barang modal bukan bangunan serta kenaikan realisasi investasi.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri mengungkapkan, pelemahan industri manufaktur di Indonesia disebabkan oleh perusahaan asing yang tidak lagi masuk ke industri manufaktur berbasis ekspor, sehingga menyebabkan repatriasi profit perusahaan asing sangat besar.

Faisal mengutip data Bank Dunia dalam World Development Indicators, kontribusi ekspor barang manufaktur Indonesia pada 2021 sebesar 44,9%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata kontribusi ekspor manufaktur negara berpendapatan menengah atas yang sebesar 81,5%.

Jika dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia pun masih kalah. Sebut saja Malaysia yang kontribusi ekspor manufakturnya 68,1%, Filipina 79,7%, Vietnam 86,4%, Korea Selatan 89,6%, dan China sebesar 93,6%.

"Struktur manufaktur yang lemah, membuat produk outputnya menjadi terbatas untuk dikirim ke luar negeri (ekspor). Kita makin bergantung dengan ekspor komoditas," jelas Faisal dalam suatu diskusi publik pada awal 2023.

Di samping itu, kata Faisal industri manufaktur Indonesia yang kurang beragam. Kebanyakan adalah industri makanan dan minuman serta industri kimia dan obat-obatan. "Industri manufaktur kita melambat, karena sangat bergantung pada segelintir subsektor saja. Jadi, pondasinya lemah," tuturnya.

Masalah ini, tentu tidak boleh dipandang sebelah mata, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5%, kenyataannya sektor yang paling fundamental terhadap struktur ekonomi nasional justru sedang mengalami pelambatan.

Pemerintah Was-was Lesunya Manufaktur Indonesia

Pemerintah sadar sepenuhnya, pertumbuhan sektor manufaktur nasional secara umum selalu berada di bawah tingkat pertumbuhan ekonomi secara agregat.

Hal tersebut dijelaskan pemerintah di dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2024.

"Pasca krisis ekonomi (Asian Financial Crisis/AFC) di tahun 1997-1998, pertumbuhan sektor manufaktur nasional secara umum berada di bawah tingkat pertumbuhan ekonomi secara agregat," tulis pemerintah, dikutip Rabu (7/6/2023).

Pemerintah bahkan mengakui bahwa sektor manufaktur relatif stagnan dan bahkan melemah dalam menopang perekonomian nasional.

Di sisi lain, pertumbuhan investasi di Indonesia juga turut melambat, terutama pasca periode commodty boom pada 2010-2012. Pemerintah mencatat, Incremental Capital Output Ratio (ICOR) nasional pada periode 2014-2019 sebesar 6,5 jauh di bawah tahun 1990-1996 yang mencapai 4,3.

Kedua komponen perekonomian tersebut memegang peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, serta mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih besar dan layak.

"Dorongan kepada revitalisasi industri dan peningkatan investasi menjadi sangat kritikal untuk mengembalikan laju perekonomian Indonesia kembali ke lintasan pra pandemi atau bahkan lebih kuat," jelas pemerintah. 


(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BPS Ungkap Sektor Penyelamat Ekonomi RI Kuartal III-2023

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular