Utang Minyak Goreng

Ogah Masuk Penjara Migor, Mendag: Bukan Saya yang Memastikan!

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Selasa, 06/06/2023 20:50 WIB
Foto: Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI. (Tangkapan Layar Youtube TVR PARLEMEN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyebut bukan pihaknya lah atau Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang memastikan pembayaran dana pembiayaan rafaksi atau utang subsidi minyak goreng.

Sebab, pihaknya saat ini masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sebab bila salah langkah hukum, maka bisa-bisa terjerat pidana dan dipenjara.

"Lah bukan saya yang mastiin (kepastian dibayarkannya utang rafaksi minyak goreng), kok bisa saya, kayak mana?" Kata Zulhas saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/6/2023).


Sebelumnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI, Zulhas menyebut pendapat hukum atau legal opinion (LO) yang disampaikan melalui surat oleh Kejaksaan Agung terkait dengan pembayaran utang selisih harga atau rafaksi minyak goreng ke pelaku usaha suratnya tidak jelas.

Oleh karena itu, sampai dengan saat ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih belum bisa memberikan izin kepada Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membayarkan utangnya ke pelaku usaha, dalam hal ini produsen minyak goreng. Karena, pihaknya saat ini masih perlu menunggu hasil audit dari BPKP terkait berapa sebenarnya biaya yang harus dibayarkan oleh BPDPKS.

"Jadi, sebetulnya suratnya itu enggak jelas juga. Cuma ada jawaban begitu.. Selanjutnya, ini kan peraturan yang gak ada, Kemendag minta fatwa yang terang, karena fatwa (yang ada saat ini) kurang terang. Zaman sekarang ini khawatir Pak, makanya kita hati-hati dan minta auditor negara untuk mengecek," katanya dalam Raker.

Adapun alasan Zulhas meminta BPKP untuk turut mengaudit pembayaran dana pembiayaan rafaksi itu karena ada perbedaan angka antara klaim dari pelaku usaha dengan hasil verifikasi Sucofindo selaku verifikator independen yang ditunjuk oleh Kemendag.

Ia mengatakan bahwa Kemendag tidak memiliki kewenangan dalam menentukan kapan dan berapa biaya yang harus dibayarkan. Sebab pembayaran rafaksi akan dibayarkan sesuai dengan ketentuan hukum atau putusan pengadilan.

"Kan pendapatnya itu kan gak ada analis hukum, ini bukan kewenangan kami. Kedua, dibayar sesuai ketentuan hukum atau putusan pengadilan. Tapi itu pun kita minta audit, karena kan BPDPKS itu akan diaudit, pasti, uangnya. Kami minta yang mengaudit itu.. auditor negara yang audit. Kalau sudah diaudit baru saya bikin surat (izin pembayaran)," jelas Zulhas saat ditanyai lebih lanjut.

Zulhas menegaskan pihaknya masih akan melihat dulu hasil audit dari BPKP terkait pembayaran rafaksi tersebut, baru dia akan memberikan surat izin untuk BPDPKS membayarkan utang selisih harga atau rafaksi minyak goreng kepada pelaku usaha.

"Ya kita lihat dulu dong, satu-satu, jangan main boleh-boleh begitu. Nanti kita lihat dulu kalau sudah selesai baru saya kasih tahu boleh apa ga? Kan belum," ujarnya.

Sementara itu Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim menyampaikan, isi pendapat hukum dari Kejaksaan Agung menyatakan bahwa meskipun Permendag 1 dan 3 tahun 2022 sudah dicabut, tetapi kewajiban hukum dari pelaksanaan pemerintah saat itu masih tetap berlaku.

"Bunyi (isi LO dari Kejagung) hanya itu, bahwa meskipun Permendagnya sudah dicabut, kewajiban hukum ataupun konsekuensi dari kebijakan itu masih tetap berlaku. Jadi artinya tetap dibayar," kata Isy Karim saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta.

"Jadi intinya itu. Memang ada disclaimer nya. Tapi untuk pembayarannya itu juga tetap berdasarkan ketentuan yang berlaku, kemudian berdasarkan ketentuan berlaku itu catatan di bawahnya adalah sesuai dengan hasil survei, hasil verifikasi yang dilakukan oleh surveyor independen dalam hal ini Sucofindo," jelasnya.

Meski demikian, kata dia, Kemendag masih akan menunggu dulu hasil audit dari BPKP, sehingga pihaknya masih belum bisa berspekulasi mengenai hasilnya.

"Sekarang kami belum bisa berspekulasi mengenai hasilnya. Nanti setelah BPKP melakukan review terhadap.. mulai dari kebijakannya, pelaksana survei mulai dari metode verifikasi yang dilakukan oleh Sucofindo dan sebagainya, baru nanti hasilnya seperti apa baru kita bisa melihat lagi," ujar dia.

"Saya gak mau berspekulasi dulu. Sebelum ada hasilnya ya kita tunggu hasilnya dulu ya," tegasnya.

Utang Minyak Goreng Subsidi ke Ritel

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkap bahwa utang pemerintah ke produsen minyak goreng dan ritel nilainya mencapai Rp 800 miliar. Adapun utang tersebut berkaitan dengan selisih harga dari program minyak goreng satu harga pada Januari 2022 lalu.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim menyampaikan bahwa perkiraan nominal utang itu berdasarkan hasil verifikasi dari PT Sucofindo yang ditugaskan menjadi verifikator klaim selisih harga atau rafaksi minyak goreng. PT Sucofindo sendiri telah melakukan verifikasi berdasarkan dokumen klaim dari produsen dan peritel.

"Total tagihan itu secara Rp 800 miliar. Kalau Aprindo kan melalui modern trade, sedangkan ada yang general trade. Jadi gabungan itu agak lumayan besar sekitar Rp 800 miliar, itu gabungan," kata Isy Karim saat ditemui CNBC Indonesia di Kementerian Perdagangan, Jumat (12/5/2023).


(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini:

Bocoran Mendag Soal Hasil Nego IEU-CEPA & Nasib Ekspor RI ke Eropa