Mendag Ogah Masuk Penjara Soal Migor, Ini Ternyata Alasannya

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Selasa, 06/06/2023 12:33 WIB
Foto: Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI. (Tangkapan Layar Youtube TVR PARLEMEN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengakui, sampai saat ini pihaknya masih belum menyampaikan hasil verifikasi dari auditor, baik Sucofindo maupun auditor negara yaitu BPK dan atau BPKP. Hal itu yang membuat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) masih belum bisa melakukan pembayaran biaya selisih harga atau rafaksi minyak goreng kepada pelaku usaha.

"Saat ini BPDPKS belum melakukan pembayaran dikarenakan Kemendag (Kementerian Perdagangan) selaku lembaga yang melakukan verifikasi belum menyampaikan hasil verifikasi yang dilakukan oleh Sucofindo. Hendak juga meminta kepada auditor negara apakah BPK atau BPKP," kata Zulhas dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Selasa (6/6/2023).

Zulhas mengatakan pihaknya sangat berhati-hati, karena jika tidak akan menjadi celaka, baik Kemendag maupun pihak BPDPKS.


Oleh sebab itu, dia meminta kepada auditor negara untuk turut mengaudit biaya yang sebetulnya harus dikeluarkan BPDPKS dalam menyelesaikan pembayaran dana pembiayaan rafaksi tersebut.

"Kami berkirim surat kepada BPK atau BPKP, agar (mengetahui dengan jelas) selisih harga yang benar itu yang mana? Ini sudah diaudit saja (keluar angka) ada yang Rp 800 miliar. Pertama saya mendapat laporan ada Rp350 miliar, ada yang Rp400 miliar, terakhir dapat laporan Rp800 miliar, mana yang benar? Kalau itu sudah membayar, waduh panjang itu ceritanya, nanti yang dipanggil Mendag kan. Makanya ini saya minta betul hati-hati," ujarnya.

"Oleh karena itu kami minta audit dari auditor negara, karena BPDPKS juga nanti akan diaudit oleh auditor negara. BPDPKS akan diaudit keuangannya oleh BPK, kalau BPK ada temuan kan celaka pak. Jadi sebelum (menjadi celaka) itu diaudit dulu berapa yang harus dibayarkan," imbuh Zulhas.

Lebih lanjut, Zulhas mengatakan bahwa sebelumnya pihak Kemendag juga sudah mengirimkan surat kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung, untuk meminta pendapat hukum atau legal opinion (LO) yang mungkin terjadi selama pembayaran rafaksi tersebut

"Jamdatun kemudian menyampaikan legal opinion, yang berisi bahwa BPDPKS masih terdapat kewajiban hukum untuk menyelesaikan pembayaran pembiayaan rafaksi," jelasnya.

Adapun alasan dari kehati-hatian Zulhas selaku Mendag, karena landasan hukum yang mengatur soal rafaksi minyak goreng tersebut, yang tertuang dalam Permendag nomor 3 tahun 2022 sudah dibatalkan, sedangkan dalam proses pembayaran itu harus ada aturan yang jelas. Untuk itu, Zulhas sangat berhati-hati dalam memberikan izin pembayaran kepada BPDPKS.

"Patokannya ini kan Permendag, tapi ini Permendagnya sudah tidak ada lagi. Kita kan mau bayar harus ada aturannya, Permendagnya sudah gak ada. Oleh karena itu meminta fatwa hukum," ucapnya.

"Telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Permendag 11 tahun 2022. Jadi Permendag itu dulu ada, kemudian dicabut, tidak ada lagi. Namun masih terdapat kewajiban hukum BPDPKS untuk menyelesaikan pembayaran dana pembiayaan," terang dia.

Sebelumnya, Zulhas pernah menyebutkan, jika tanpa aturan hukum, rafaksi ini bisa membuat BPDPKS dipenjara.

"BPDPKS mau bayar tapi Permendag sudah gak ada, maka perlu payung hukum kalo itu. Kan BPDPKS mau bayar, dia bayar kalau ada aturan. Kalau ngga (tanpa payung hukum), dia masuk penjara. BPDPKS oke saya bayar kalau ada aturannya," kaya Zulhas, Mei lalu di kantornya.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Industri Genset Terimbas Efisiensi, Pelaku Usaha Berharap Ini