Waspada! Perlambatan Ekonomi Global Bisa Panjang
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan bahwa posisi Amerika Serikat (AS) patut diwaspadai, meskipun Negeri Paman Sam tidak akan terpuruk ke jurang resesi.
"Amerika walaupun resilient, tidak jatuh ke dalam jurang resesi, namun pertumbuhannya hanya slightly above 1%," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (5/6/2023).
Eropa, meskipun tidak resesi, tetapi pertumbuhannya hanya disekitar 0%-1%.
"Ini menggambarkan bahwa higher for longer bisa menghasilkan perekonomian weaker for longer. Baik untuk Eropa, Amerika dan eksternal kita, termasuk RRT," ujarnya
Adapun, AS berhasil lolos dari jurang default atau gagal bayar.
Kenaikan utang tersebut kini perlu disetujui Kongres AS, dan diperkirakan akan segera dilakukan. Meski demikian, bukan berarti masalah bagi Amerika Serikat selesai, khususnya bagi perekonomian AS. Sebab, ada risiko likuiditas yang mengering karena disedot oleh Kementerian Keuangan AS.
Hal tersebut diungkapkan oleh Goldman Sachs, yang memprediksi Treasury Bill (surat utang jangka pendek) akan diborong pelaku pasar.
Kementerian Keuangan AS diprediksi akan mengeluarkan Treasury Bill senilai US$ 600 miliar - US$ 700 miliar dalam beberapa pekan. Artinya likuiditas di pasar akan disedot, bahkan Goldman Sachs menyatakan dampaknya setara dengan kenaikan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin.
Dengan likuiditas yang mengetat, suku bunga antar bank berisiko naik, yang bisa mempengaruhi suku bunga kredit.
Sementara itu, Sri Mulyani juga mengingatkan akan kondisi China. China, menurutnya, berencana mendorong pertumbuhan ekonominya dengan memperkenalkan kebijakan baru, terutama sektor properti.
"Ini kita berharap kalau berhasil dapat memberikan dampak pada pertumbuhan RRT, dunia dan tentu pada permintaan komoditas kita, ekspor dan impor kita yang cenderung terkoreksi ke bawah," kata Sri Mulyani.
(haa/haa)