Ribut-ribut Ekspor Pasir Laut, Lembaga Ini Sebut Gegara Cuan

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
05 June 2023 10:15
Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir Laut, Susi Minta
Foto: CNBC Indonesia TV

Jakarta, CNBC Indonesia - Kritik atas keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka keran ekspor pasir laut masih nyaring. Kali ini, langkah Jokowi membuka ekspor yang telah ditutup sekitar 20 tahun, dituding jadi ajang perebutan wewenang 2 kementerian dan kental suara pengusaha. 

Seperti diketahui, pembukaan keran ekspor itu ditetapkan lewat Peraturan Pemerintah (PP) No 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, mulai diundangkan dan berlaku pada 15 Mei 2023. Dalam PP itu ditetapkan, salah satu pemanfaatan hasil sedimentasi laut berupa pasir laut adalah dengan ekspor pasir laut hasil sedimentasi. Meski, dalam pasal 9 ayat (2) huruf d disebutkan, ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI)Yusri Usman mengatakan, sejak lama kebutuhan dari pemanfaatan pasir laut untuk keperluan infrastruktur dan reklamasi di seluruh Indonesia sudah ada payung hukumnya, yaitu dimulai dari Undang-undang (UU) No 11/1967 tentang Pokok Pokok Pertambangan, yang telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah menjadi UU No 3/2020 tentang Mineral dan Batubara.

"Faktanya, kebutuhan pasir laut jika untuk kepentingan infrastruktur dan reklamasi dalam negeri, selama ini dan ke depan tidak membutuhkan payung hukum Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 tentang Pemanfaatan Sedimentasi Laut," kata Yusri dalam keterangan resmi, dikutip Senin (5/6/2023).

"Di balik semua kehebohan terbitnya PP ini, diduga di belakang panggung ini terjadi pertarungan perebutan kewenangan pengelolaan antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sebab cuannya besar," tukasnya.

Dia pun mengimbau agar publik cerdas dan tidak mudah terkecoh klaim pejabat terkait tentang tidak adanya dampak lingkungan atas eksploitasi besar-besaran pasir laut, khususnya ketika dinarasikan hanya membersihkan sedimentasi laut untuk kesehatan laut.

Lebih lanjut, Yusri mengatakan, jika dari perspektif UU Minerba, jelas pasir laut adalah produk pertambangan yang merupakan tugasnya Kementerian ESDM. Sementara dari perspektif PP Nomor 26 Tahun 2023, sedimentasi itu adalah proses yang merupakan urusan KKP.

"Dari perspektif ilmu geologi, proses sedimentasi itu bisa terjadi di mana saja, baik di darat, di danau, di muara sungai, di pinggir pantai hingga di laut dalam. Produknya bisa mulai dari bongkah, kerikil, pasir, lanau hingga lempung. Sehingga, wajar jika proses harmonisasi antarkementerian untuk pembentukan PP Nomor 26 Tahun 2023 tertahan lama, lebih dua tahun," jelas Yusri.

"Sehingga banyak pihak menduga, PP ini kental konsep dari pengusaha daripada konsep akademik. Padahal, izin pemanfaatan pasir laut di seluruh Indonesia yang sudah diterbitkan izinnya oleh Gubernur dan Kementerian ESDM ada sekitar 141 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Selain itu, ada 12 IUP operasi (OP) yang sudah ditambang untuk kebutuhan infrastruktur dan reklamasi di dalam negeri selama ini, tetapi yang dilarang hanya tujuan ekspor," tambahnya.

Menurut Yusri, PP NO 26/2023 mengesampingkan banyak UU terkait, seperti UU No 3/ 2020 tentang Minerba, UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, UU No 32/2009 tentang Lingkungan Hidup dan UU No 26/2007 tentang Tata Ruang serta UU No 23/2014 tentang Otonomi Daerah.

"Termasuk Rencana Zona Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) Pemprov Kepri yang diasistensi oleh KKP dan telah disahkan oleh DPRD Provinsi Kepulauan Riau sejak Desember 2020, lebih dua tahun di Kementerian Dalam Negeri hingga hari ini belum disahkan oleh Mendagri," pungkasnya.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Diduga, Aturan Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut Ada Pelanggaran

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular