
Pantas Menteri Geram! Mau Cabut, Shell Pasang Harga Rp20,9 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Luapan kemarahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif terhadap Shell rupanya bukan tanpa sebab. Pasalnya, Shell hingga kini belum juga merampungkan pelepasan hak partisipasi atau Participating Interest (PI) di Blok Masela, Maluku, sebesar 35% kepada Pertamina.
Berlarut-larutnya pelepasan hak partisipasi tersebut rupanya karena Shell membanderol dengan harga yang cukup tinggi yakni dikabarkan mencapai US$ 1,4 miliar atau Rp 20,95 triliun. Padahal, proyek pengembangan Lapangan Gas Abadi, Blok Masela, ini belum menunjukkan progres signifikan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto membeberkan awalnya Shell membeli 35% PI di Blok Masela dengan harga US$ 700 juta atau sekitar Rp 10,4 triliun. Oleh sebab itu, seharusnya Shell tidak mematok harga yang lebih tinggi, apalagi dengan Pertamina.
"Itu harusnya maksimal harga yang ditawarkan karena Shell gak rugi juga. Memang suatu risiko sejak dia dapat 35% itu berapa biaya yang dikeluarkan," kata Djoko dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Jumat (2/6/2023).
Menurut Djoko, Pertamina sebetulnya bisa saja mendapatkan PI 35% Blok Masela tanpa mengeluarkan uang sekalipun. Hal tersebut dapat melalui sebuah penugasan dari pemerintah yang pernah juga dilakukan pada saat Pertamina ditugaskan untuk mengembangkan Blok Natuna D Alpha.
"Jadi kalau WK sudah dikembalikan ke pemerintah, pemerintah bisa menugaskan Pertamina tanpa membeli 35% yang kabarnya US$ 1,4 miliar. Tanpa keluarkan itu Pertamina bisa, saya berikan contoh Natuna D Alpha kita berikan ke Pertamina," kata dia.
Djoko menjelaskan, berdasarkan regulasi apabila Inpex selaku operator dan mitranya yakni Shell tidak melakukan kegiatan sama sekali hingga 5 tahun sejak rencana pengembangan alias PoD ditandatangani pada 2019, Blok Masela bisa saja kembali ke negara. Namun demikian, PoD juga dapat diperpanjang apabila operator belum mendapatkan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG).
"Jadi seharusnya yang dikejar adalah kepada Inpex ini dan mitra kerjanya atau kepada siapapun bahwa yang kita kejar PJBG nya ini karena regulasinya mengatakan itu," ungkap dia.
Seperti diketahui, kemarahan Menteri ESDM Arifin Tasrif terhadap Shell sudah tak tertahankan. Pasalnya, proses pelepasan hak partisipasi atau participating interest (PI) Shell ke Pertamina sebesar 35% hingga kini cukup berbelit.
Kondisi tersebut tentunya berdampak pada rencana pengembangan blok migas yang berlokasi di Perairan Laut Arafuru, Maluku ini. Ia pun berharap agar Shell lebih fleksibel dalam proses pelepasan PI di Blok Masela.
"Harusnya kalau sudah gak mau ya udah saja kan," ungkap Arifin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (26/5/2023).
Arifin lantas menyebut bahwa perusahaan asal Belanda tersebut cabut dari proyek Blok Masela secara tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu, pemerintah bakal mengevaluasi kembali rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) Blok Masela.
Menurut Arifin apabila Inpex selaku operator dan mitranya yakni Shell tidak melakukan kegiatan sama sekali hingga 2024 maka, Blok Masela bisa saja kembali ke negara.
Hal tersebut tercantum dalam rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) yang disepakati antara pemerintah dan operator pada 2019 lalu.
"Kan 5 tahun kalau tidak dilaksanakan apa-apa kita akan tinjau kembali termasuk kemungkinan untuk itu, ini kan sudah berapa tahun 2019-2023 udah 4 tahun makanya kita ingetin aja ini, sekarang ini juga yang merasa dirugikan juga Indonesia," kata dia.
Arifin mengatakan negosiasi pengalihan hak partisipasi Shell sebesar 35% di Blok Masela ke PT Pertamina (Persero) memang cukup alot. Keduanya hingga kini masih belum sepakat mengenai harga yang ditentukan.
"Belum ketemu ya, kalau yang satu ngasih harganya keterlaluan yang satu nawarnya keterlaluan gak ketemu," kata dia.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pedih! 25 Tahun Ditemukan, Blok Masela Belum Kasih Cuan ke RI
