Terungkap! Ini Alasan Luhut Ingin Larang Ekspor Gas

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
31 May 2023 13:30
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. (CNBC Indonesia/Verda Nano Setiawan)
Foto: Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. (CNBC Indonesia/Verda Nano Setiawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa pemerintah berencana melarang ekspor gas, khususnya gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG).

Bukan tanpa alasan, Luhut bilang rencana larangan ekspor gas tersebut menimbang konsumsi dalam negeri akan gas yang diperkirakan akan semakin meningkat ke depannya. Namun, larangan ekspor akan dikecualikan bagi penjualan gas yang sudah terkontrak sampai kontrak berakhir.

"Kita kalau yang sudah kontrak ekspor gas kita hormati, tapi yang baru nanti kita putuskan kita akan buat, konsumsi kita kan tinggi juga. Deputi saya, (Pak Jodi), kita sampai pada saran nanti kita jangan ekspor gas lagi, ekspor LNG lagi, kita buat proses dalam negeri karena kebutuhan dalam negeri tinggi," jelas Luhut, dikutip Rabu (31/5/2023).

Konsumsi gas dalam negeri yang terhitung tinggi tersebut, ujar Luhut, berasal dari industri metanol dan petrokimia dalam negeri yang membutuhkan pasokan gas dalam jumlah besar. Nantinya, produksi petrokimia akan dilakukan dalam negeri, tak lagi "hanya" mengimpor.

"Sekarang petrochemical kita masih impor banyak, sekarang kita mau bikin di Kalimantan Utara. Kita perlu gas. Cukup gas kita sendiri dan kita nggak perlu impor lagi," tambah Luhut.

Lebih lanjut, Luhut mengatakan bahwa pabrik petrokimia di Kalimantan Utara tersebut akan siap beroperasi mulai tahun 2025-2026. "Sekarang sudah mulai konstruksi, kita harap tahun 2025-2026 mungkin sudah mulai," tandasnya.

Perlu diketahui, berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), produksi LNG pada 2023 ditargetkan mencapai sebesar 206 kargo. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan realisasi produksi LNG sepanjang 2022 lalu yang sebesar 196 kargo.

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi menyampaikan bahwa pihaknya merencanakan target produksi tahun ini sekitar 204-206 kargo. Produksi tersebut berasal dari Kilang LNG Tangguh, yang dikelola BP, sebanyak 124-126 kargo dan sisanya berasal dari Kilang LNG Bontang yang dikelola Badan NGL, yakni 80-81 kargo.

Menurut Kurnia, dari besaran produksi tersebut, jumlah LNG yang akan diekspor secara volume mencapai 140,3 kargo. Angka ini setidaknya sama dengan volume ekspor pada 2022 lalu. Sementara sisanya ditujukan untuk pasar dalam negeri.

"Untuk 2023 sendiri kita merencanakan di Bontang akan ada sekitar 80-81 kargo, sedangkan di Tangguh diproyeksikan sekitar 124-126 kargo yang tentu saja besaran yang akan diekspor kurang lebih hampir sama dengan yang direalisasikan di tahun 2022," ungkap Kurnia dalam konferensi pers, dikutip Kamis (19/1/2023).

Sementara itu, untuk realisasi produksi LNG sepanjang tahun 2022 tercatat sebesar 196 kargo. Produksi tersebut berasal dari Kilang Tangguh sebanyak 114,7 kargo dan sisanya berasal dari Kilang Bontang yakni 81 kargo.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto sempat mengatakan bahwa permintaan akan sumber gas di dunia saat ini tengah mengalami peningkatan. Hal tersebut tak terlepas dari adanya tren transisi energi.

"Gas menjadi energi di masa transisi dan kebutuhan gas alam ke Eropa. Diperkirakan permintaan LNG akan terus meningkat dengan masa yang panjang," ujar Dwi.

Oleh sebab itu, Dwi menyebut LNG mempunyai prospek yang cukup bagus untuk saat ini. Terutama untuk memproduksi dan menjual stranded gas yang relatif lebih mahal.

"Gas ini punya potensi stranded gas yang dulunya sulit keekonomian maka dengan posisi pasar saat ini punya peluang untuk memproduksi dan menjual stranded gas yang relatif mahal," kata dia.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Luhut Mau Ekspor Gas RI Disetop, Ini Tanggapan Bos SKK Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular