Dunia Kacau Balau, Tantangan Ekonomi Makin Berat

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
30 May 2023 22:31
Menkeu Sri Mulyani Pidato di Rapat Paripurna DPR RI KE-23 . (Tangkapan Layar Youtube)
Foto: Menkeu Sri Mulyani Pidato di Rapat Paripurna DPR RI KE-23 . (Tangkapan Layar Youtube)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca-pandemi Covid-19 dunia ternyata semakin kacau. Pasalnya, tensi geopolitik semakin meruncing. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (30/5/2023).

"Pasca pandemi tantangan kita tidak berarti makin mudah, tensi geopolitik menjadi faktor dominan," kata Sri Mulyani.

"Sama seperti di mana saja, politik itu unpredictable," paparnya.

Kondisi ini berbeda dengan krisis ekonomi yang bisa diprediksi melalui business cycle. Alhasil, ketidakpastian semakin tinggi dan menciptakan fragmentasi, deglobalisasi dan bahkan yang meruncing menimbulkan perang sudah terjadi.

'Medan perang' geopolitik itu saat ini ada di Asia Timur dan Asia Tenggara.

"Karena ini menyangkut dua kekuatan besar, Amerika dan RRT, di mana Asia kini menjadi medan bagi dua kekuatan besar ini," lanjut Sri Mulyani.

Instrumen-instrumen yang biasanya digunakan dalam konteks ekonomi seperti fiskal hingga ekspor dan impor saat ini pun katanya sudah semakin dimanfaatkan oleh negara-negara dunia untuk menekan negara lain yang dianggap bukan sekutunya.

Maka muncul istilah re-shoring yang makin terbatasnya hubungan dagang, demikian juga friendshoring, decoupling, hingga chip war.

"Mereka menggunakan re-shoring, friendshoring atau decoupling, tidak tergantung pada negara yang bukan sekutunya dan bahkan kalau perang secara militer terjadi, perang secara ekonomi sudah berlangsung," katanya.

Dengan adanya fragmentasi ini, posisi dolar AS juga terpengaruh. Dunia tengah marak fenomena buang dolar alias dedolarisasi. Beberapa negara mulai mengantisipasi tren tersebut.

Tidak hanya itu, Sri Mulyani mengungkapkan persaingan ekonomi negara maju dalam mitigasi perubahan ilim yang dapat menambah kompleksitas, contohnya US inflation reduction act (IRA) dan EU Carbon Border Adjustment Mechanism.

Kondisi ini, kata Sri Mulyani, dapat mempengaruhi perdagangan Indonesia.

"Jadi perubahan iklim menjadi salah satu alasan untuk menggunakan instrumen fiskal di berbagai negara dalam memerangi perubahan iklim sekaligus tensi geopolitik," ucap Sri Mulyani.

Mantan Kepala Bappenas ini mengatakan perubahan iklim tidak hanya mempengaruhi alam, tetapi juga berpotensi menganggu rantai pasok kehidupan.

"Dan ke depan orang akan makin fokus pada berbagai aktivitas yang menurunkan emisi," tegasnya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Was-Was, Geopolitik Masih Berlanjut hingga 2023

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular