Kronologi NATO Diserang hingga 30 Terluka, Ini Penyebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasukan perdamaian yang dipimpin NATO diserang Senin (29/5/2023) waktu setempat. Hal ini menyebabkan sebanyak 30 orang lebih terluka.
Hal tersebut terjadi di Kosovo utara. Pasukan NATO, disebut KFOR, terdiri dari tentara Kosovo dan negara-negara NATO, terlibat dalam bentrokan polisi dan pengunjung rasa etnis Serbia di negeri itu.
KFOR disebut menerima "serangan tak beralasan" dari massa setelah bentrok dengan polisi, di mana warga mencoba masuk ke gedung pemerintahan di kota utara Zvecan. Bagaimana kronologinya?
Hal ini terkait demonstrasi menuntut pemecatan wali kota etnis Albania di kota itu. Awalnya KFOR mencoba memisahkan pengunjuk rasa dari polisi tetapi massa kemudian memanas.
Ini membuat KFOR turut membubarkan mereka dengan menggunakan perisai dan pentungan. Beberapa pengunjuk rasa menanggapi dengan melemparkan batu, botol, dan bom molotov ke arah pasukan khusus itu.
NATO mengutuk serangan tersebut. Aliansi menyebut tindakan tersebut tak dibenarkan.
"Saat melawan kerumunan paling aktif, beberapa tentara dari kontingen KFOR ... menjadi sasaran serangan tak beralasan," kata NATO dalam sebauh pernyataan, dikutip Selasa (30/5/2023).
"(Pasukan menderita) luka trauma berkelanjutan dengan patah tulang dan luka bakar akibat ledakan alat pembakar."
Dalam pernyataan terpisah, Hongaria menyebut lebih dari 20 tentara NATO-nya terluka. Tujuh orang disebut dalam kendisi serius meski stabil.
Italia juga mengatakan 11 tentaranya terluka. Di mana tiga dalam kondisi serius.
"Kami tidak akan mentolerir serangan lebih lanjut terhadap KFOR," kata Perdana Menteri (PM) Italia Giorgia Meloni.
"Sangat penting untuk menghindari tindakan sepihak lebih lanjut oleh otoritas Kosovo dan agar semua pihak mengambil langkah mundur untuk menurunkan sekarang."
Polisi Kosovo juga bersuara. Massa disebut bagian dari protes "terorganisir".
"Para pengunjuk rasa, dengan menggunakan kekerasan dan gas air mata, mencoba untuk melewati penjagaan keamanan dan memaksa masuk ke fasilitas kotamadya di Zvecan," kata polisi Kosovo dalam sebuah pernyataan.
"Polisi terpaksa menggunakan cara hukum, seperti semprotan (merica), untuk menghentikan para pengunjuk rasa dan mengendalikan situasi."
Kosovo secara sepihak mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia pada tahun 2008. Beograd serta sekutu utamanya Rusia dan China telah menolak untuk mengakui hal tersebut dan secara efektif mencegah Kosovo memiliki kursi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Orang Serbia di Kosovo tetap setia ke Beograd. Ini terutama terjadi di wilaya utara, di mana mereka menjadi mayoritas dan menolak langkah Pristina untuk mengkonsolidasikan kontrolnya atas wilayah tersebut.
Konflik membuat warga Serbia di Kosovo memboikot pemilu bulan lalu di kota-kota utara. Alhasil ini membuat etnis Albania, kelompok etnis terbesar di Kosovo, mengambil kendali dewan lokal.
PM Kosovo Albin Kurti sendiri secara resmi melantik walikota pekan lalu. Ini menentang seruan Uni Eropa untuk menenangkan situasi.
Di sisi lain, orang Serbia di utara Kosovo menuntut penarikan pasukan polisi Pristina. Ini memicu perlawanan ditambah walikota etnis Albania yang mereka anggap tidak mewakili mereka yang sebenarnya.
(sef/sef)