Musuh AS Temui Raja Salman, Washington Uring-uringan!
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Suriah Bashar Al Assad berada di Arab Saudi pada Jumat (19/5/2023) untuk menghadiri KTT Liga Arab. Hal ini terjadi saat dirinya masih dalam sanksi Amerika Serikat (AS) dan kekuatan Barat lainnya karena dianggap memicu perang saudara di negaranya.
Mengutip laporan Reuters, Assad diterima oleh Wakil Gubernur wilayah Makkah Pangeran Badr bin Sultan dan Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul Gheit saat ia tiba pada Kamis di Jeddah, kota tuan rumah pertemuan tingkat tinggi itu.
Assad, ditemani oleh beberapa pejabat Suriah lainnya, kemudian dikawal ke ruang resepsi terminal Kerajaan di mana dia melakukan percakapan singkat dengan Pangeran Badr dan Aboul Gheit. Potret raksasa pendiri Arab Saudi Raja Abdulaziz, Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman tergantung di dinding.
Menanggapi kunjungan dari Assad ini, AS menegaskan kembali penentangannya terhadap normalisasi hubungan dengan Damaskus. Washington bahkan menyebut tidak akan mendukung mitranya di Timur Tengah yang berpikir bahwa normalisasi dengan Suriah adalah hal yang perlu dilakukan.
"Kami tidak percaya bahwa Suriah harus (diberikan) masuk kembali ke Liga Arab," kata wakil juru bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel kepada wartawan di Washington, menambahkan sanksi tidak boleh dicabut.
Sekelompok bipartisan anggota parlemen AS memperkenalkan RUU pekan lalu yang dimaksudkan untuk melarang pengakuan Washington terhadap Assad sebagai presiden Suriah. Mereka juga sedang merancang ruang-ruang baru bagi Gedung Putih untuk menjatuhkan sanksi.
Rezim Assad sendiri memang dimusuhi beberapa presiden AS, dari Obama, Trump, hingga Biden. Assad diduga menggunakan senjata kimia dalam perangnya menumpas para kelompok penentangnya.
Dalam laporan PBB, pasukan pemerintah telah menggunakan senjata kimia lebih dari dua kali selama perang sipil Suriah. Assad pun telah berulang kali membantah klaim itu.
Sementara itu, normalisasi antara Suriah dan negara-negara Liga Arab sendiri setelah 11 tahun hubungan antara keduanya membeku. Perubahan besar terjadi setelah salah satu penyokong rezim Assad, Iran, menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi, yang secara de facto merupakan patron politik di wilayah itu.
Perdamaian antara Teheran dan Riyadh ini terjadi atas inisiasi China. Normalisasi itu kemudian dianggap beberapa analis sebagai langkah Beijing untuk menegaskan posisi politiknya di kawasan itu, menendang AS yang memiliki hubungan kuat dengan Saudi.
(luc/luc)