Dua 'Senjata' Ini Bisa Bawa Jokowi Taklukan Uni Eropa di WTO

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Rabu, 17/05/2023 12:55 WIB
Foto: WTO (Photo by FABRICE COFFRINI/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) kembali menyingggung bahwa Indonesia telah mengalami kekalahan atas gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) perihal kebijakannya melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri.

Yang terang, Presiden Jokowi secara tegas berpesan untuk tidak mundur atas kekalahan gugatan Uni Eropa di WTO itu.

"Saya akan titip kepada pemimpin berikutnya jangan takut digugat oleh negara manapun. Kalau digugat ya cari pengacara cari lawyer yang terbaik agar gugatan kita menang tapi tahun terakhir kalah. Kalah pun tidak boleh mundur, saya naik banding," ungkap Jokowi pada saat mengisi pidato politik Musyawarah Rakyat (Musra) Relawan Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (14/5/2023).


Menurut Jokowi gugatan tersebut baru sebatas untuk komoditas bijih nikel. Sementara itu, bahan mineral mentah Indonesia masih cukup banyak jenisnya, diantaranya seperti tembaga, timah, batu bara, bauksit dan lainnya.

"Apakah kita mau berhenti karena digugat Uni Eropa? Kalau pemimpinnya tidak berani pasti mundur minta ampun. Digugat mundur langsung minta ampun jangan bermimpi negara ini jadi negara maju itu baru satu bahan saja," kata dia.

Dua 'Senjata' Tempur Lawan Uni Eropa

Ketua Bidang Kajian Strategis Pertambangan PERHAPI, Muhammad Toha menyampaikan bahwa ada dua 'senjata' Indonesia yang bisa memenangkan Indonesia dalam banding gugatan oleh Uni Eropa di WTO.

Pertama, Indonesia memang melarang komoditas nikel untuk diekspor karena ingin mengamankan cadangan nikel dengan jenis saprolit yakni nikel kadar tinggi yang terhitung menipis di Indonesia.

"Yang ingin kita garis bawahi adalah satu, dari sisi cadangan. Kita memang mengalami kekurangan cadangan terutama untuk bijih saprolit. Itu yang harus kita tekankan dalam banding ini. Kita harus tunjukkan pada komisi banding bahwa pelarangan ini disebabkan karena kita memang kekurangan bahan baku jangka panjang," tandas Toha kepada CNBC Indonesia beberapa waktu yang lalu.

Adapun Toha mengatakan di Indonesia ada sekitar 100 pabrik pengolah saprolit yang sedang dibangun. Sedangkan, di Indonesia terhitung cadangan nikel jenis saprolit ada sekitar 900 juta metrik ton.

Sehingga, Toha menilai, dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun maka cadangan nikel jenis saprolit di Indonesia akan habis. "Cadangan kita hanya sekitar 900 juta metrik ton. Artinya, kalau semua pabrik akan beroperasi seluruhnya, maka umur cadangan saprolit kita nggak lebih dari 10 tahun. Dan itu akan pasti membahayakan keberlangsungan industri kita," tambahnya.

Kedua, 'senjata' lain yang sudah dipersiapkan Indonesia dalam mengajukan banding WTO yakni dengan menjaga agar tidak terjadi pertambangan nikel secara besar-besaran. Dia menilai, kalau terjadi penambangan besar-besaran maka kerusakan lingkungan kemungkinan bisa terjadi secara besar-besaran pula.

"Kedua, alasan kita adalah kita ingin menjaga penambangan besar-besaran tidak terjadi. Sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan besar-besaran," imbuh Toha.

Sehingga, Toha menilai, dengan kedua alasan tersebut, Indonesia bisa dipastikan menang dalam banding gugatan WTO atas pelarangan ekspor nikel. Dia mengatakan, kedua alasan yang disiapkan oleh Indonesia itu bertujuan positif untuk kebaikan global.

"Kita bisa buktikan bahwa kebijakan ini sejalan dengan keinginan negara-negara maju. Bagaimana sebuah negara mempraktikkan good mining practices dan itu yang akan kita lakukan, larangan ini tujuannya itu," tandasnya.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bupati Bulungan Ungkap Nasib Proyek Industri Warisan Jokowi