Sectoral Insight

Calon Penerus Jokowi, Wajib Siap Tempur Lawan Gugatan WTO

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
17 May 2023 11:45
Bertemu Presiden Jokowi (kanan) bertemu tiga perusahaan Eropa sampaikan minat investasi di Indonesia. (Dok: twitter @setkabgoid)
Foto: Bertemu Presiden Jokowi (kanan) bertemu tiga perusahaan Eropa sampaikan minat investasi di Indonesia. (Dok: twitter @setkabgoid)
  • Persoalan gangguan perdagangan dari dunia Internasional di Word Trade Organization (WTO) membuat Pemerintah Indonesia harus menempuh jalan yang panjang.
  • Persoalan kekalahan Indonesia atas gugatan hukum perdagangan bak tiada akhirnya. Bahkan mungkin berlanjut ke pemimpin berikutnya
  • Setelah resmi dinyatakan kalah pada Oktober 2022 lalu Pemerintah enggan berdiam diri dan menerima kekalahan. Bagaimana perkembangannya saat ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Persoalan kekalahan Indonesia atas gugatan hukum perdagangan bak tiada akhirnya, Setelah resmi dinyatakan kalah pada Oktober 2022 lalu, ternyata Pemerintah memutuskan untuk terus 'fight' atas kekalahkan tersebut.

Tahun Pemilu  sudah mulai terasa, gambaran pemimpin bagi Indonesia selanjutnya sudah mulai terpampang jelas di permukaan. Bukan Cuma soal hilirisasi, dan pesan negara maju, Jokowi juga menegaskan pesan tegas bahwa ada pekerjaan seirus yang belum selesai. Hal itu tak lepas dari persoalan nikel dan WTO.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melayangkan pesan terbaru kepada pemimpin Indonesia selanjutnya untuk tidak takut melanjutkan kebijakan hilirisasi di dalam negeri. Sekalipun ke depan terdapat potensi persoalan yang akan dihadapi Indonesia.

Menurut Jokowi gugatan tersebut baru sebatas untuk komoditas bijih nikel. Sementara itu, bahan mineral mentah Indonesia masih cukup banyak jenisnya, diantaranya seperti tembaga, timah, batu bara, bauksit dan lainnya.

Jokowi juga menceritakan saat Indonesia digugat Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel.

Meski gugatan tersebut kalah, namun Jokowi menginstruksikan jajarannya untuk tidak mundur dan mengajukan banding. Dari ungkapan ini bak terbaca niatan Jokowi bahwa ingin pemimpin dan jajaran selanjutnya memahami betul seberapa kuat niatnya mempertahankan sumber daya yang ada.

Kronologi Lengkap Kalahnya Indonesia di WTO

Gugatan berawal dari sikap pemerintah yang menyetop ekspor bahan mentah mineral yakni bijih nikel untuk mengembangnkan produk mentah tersebut di dalam negeri untuk menciptakan nilai tambah yang berkali-kali lipat.

Wajar saja, Nikel merupakan 'harta karun' ajaib di Tanah Air lantaran menjadi salah satu bahan baku penting untuk mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi 'raja' baterai dunia.

Uni Eropa telah menggugat RI di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 2020 lalu. Hasilnya, RI pun dinyatakan kalah oleh panel Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/ DSB) WTO pada Oktober 2022 lalu.

Ternyata, kekalahan RI atas gugatan Uni Eropa ini dipicu karena industri hilir nikel di Indonesia dianggap belum matang. Pemerintah dinilai tidak bisa menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk mendukung industrialisasi di Indonesia.

Fasilitas pengolahan nikel itu dikatakan belum kuat. Jadi kalau industrinya sudah kuat itu bisa katanya dilakukan larangan ekspor terhadap komoditas.

Meski demikian, pemerintah telah mengajukan banding atas kekalahan gugatan pertama ini. Dia menyebut, pemerintah telah mengajukan banding pada Desember 2022 lalu. Setelah resmi dinyatakan kalah pada Oktober 2022 lalu, kabar terbaru menyebutkan ternyata Pemerintah tak tinggal diam atas kekalahkan tersebut.

Jokowi menyampaikan Indonesia sendiri memiliki potensi sumber daya alam yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan. Bukan hanya hasil tambang, negeri ini juga mempunyai produksi sumber daya alam laut, pertanian hingga perkebunan yang melimpah.

Namun sayang, Indonesia selama ini cukup dirugikan karena hanya mengekspor bahan baku mentah.

Sehingga tidak ada nilai tambah yang didapatkan bangsa ini. "Ini kekeliruan yang tidak boleh kita ulang lagi. Pemimpin yang akan datang harus berani mengindustrikan bahan bahan mentah itu," highlight yang menarik dari ungkapan Jokowi.

Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia dan tengah berambisi menjadi 'raja EV' global di tengah melonjaknya permintaan akan gawai dan kendaraan listrik. Nikel merupakan komponen penting dalam mendukung ambisi ini.

Berdasarkan data Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) pada tahun 2022 produksi nikel di Indonesia masih menduduki peringkat perama dengan peroduksi paling unggul yakni mencapai 1,6 juta metrik ton.

Dengan 'harta karun' yang melimpah ini pada akhirnya membuat Indonesia percaya diri berupaya memaksimalkan potensinya. Jika menilik data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia kini memiliki tambang nikel mencapai 520,87 ribu hektar. Harta karun seluas ini diketahui tersebar di 7 Provinsi di Indonesia.

Untuk meningkatkan nilai tambah produk nikel dan berfokus pada industri dalam negeri, Indonesia sudah melarang ekspor bijih nikel pada awal tahun 2021.

Sehingga, kekalahan gugatan Indonesia di WTO oleh Uni Eropa buntut dari upaya pemerintah menegakkan kedaulatan atas kepemilikan sumber daya alam berupa nikel.

Indonesia Vs WTO: Masih Melanjutkan Perjuangan...

Kabar terbaru dalam catatan CNBC Indonesia menyatakan bahwa pemerintah Tanah Air masih melanjutkan perjuangan.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan pemerintah telah resmi mengajukan banding atas putusan WTO pada 8 Desember 2022 lalu, yang menyatakan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi nikel melanggar aturan perdagangan internasional.

Hingga saat ini, Indonesia dan Uni Eropa masih menunggu terbentuknya hakim oleh Badan Banding WTO yang saat ini belum ada karena terdapat blokade pemilihan Badan Banding oleh salah satu Anggota WTO (Amerika Serikat).

Dengan adanya blokade tersebut, maka segala sesuatu menjadi tertunda. Setidaknya ada 25 kasus banding yang mendunggu di proses oleh Badan Banding WTO.

Kendati demikian, ini sebagai waktu bagi pemerintah dan kuasa hukum telah menyiapkan argumen untuk menguji keputusan panel awal yang dianggap keliru dalam menginterpretasikan aturan WTO.

Tak bisa dipungkiri, Eropa merupakan lawan berat yang tak bisa kita anggap enteng. Bukan tanpa alasan, negara ini banyak memiliki ahli hukum dan pengacara berkaliber tinggi dan jam terbangnya yang teruji.

Sebagai informasi, WTO memang kerap di jadikan 'senjata' oleh Eropa ketika menghadapi kisruh perdagangan. Sejak WTO aktif beroperasi pada 1995, Uni Eropa merupakan pengaju gugatan terbanyak setelah AS. 

Dengan berbagai kesiapan dan keseriusan pemerintah menggapai angan-angan 'raja EV dunia' tentunya harapan kita semua banding ini berhasil. Kalau amit-amit ini gagal pastinya banyak kekhawatiran yang bakal di hadapi Indonesia. Dimana yang kita gadang-gadang yakni industri mobil listrik dan baterai bakal terancam.

Ini bakal merusak reputasi Indonesia di mata para pengembang pabrik pengolahan serta pemurnian nikel (smelter) di mana sejumlah perusahaan memang sudah berinvestasi.

Kalau misalnya kalah di WTO dan sudah banding pun hasilnya sama, maka Indonesia harus bayar kompensasi yang tidak kecil ke pemenang gugatan.

Di sisi lain, Indonesia juga perlu punya sikap tegas seperti ini agar tidak direndahkan terus oleh negara lain, dengan catatan Indonesia harus menyusun strategi khusus agar menang dalam gugatan WTO tersebut.

Sebab, dalam hal gugatan WTO suatu negara dikabulkan, maka negara yang kalah wajib merevisi aturannya dan melakukan perhitungan kembali besarnya pengenaan bea masuk/pajak kepada negara yang dirugikan.

Pemerintah berani mengambil langkah ini tentunya sudah mempertimbangkan dampak yang bakal terjadi. Mungkin pilihannya akan sulit, tapi 'jalan terjal' di WTO bakal terus berlanjut untuk mencapai tujuan utama yakni hilirisasi.

Namun demikian, Jokowi sepertinya tegas menyampaikan bahwa Indonesia memang sedang dalam tahap menggenjot industri hilirisasi di dalam negeri, terutama hilirisasi mineral mentah seperti nikel.

Seperti yang diketahui seiring dengan hilirisasi yang gencar dilakukan Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Koordintor Bidang Perekonomian mengungkapkan pemerintah terus mengejar target pengolahan minera (smelter) kurun waktu 2021 -2024 sebanyak 53smelter dengan nilai investasi US$ 21,59 miliar.

Hal ini merupakan dukungan nyata pemerintah untuk mengembangkan industri hilirisasi hasil tambang domestik dan mendapatkan devisa negara maupun menghemat devisa.

Menilik data CEIC, hingga tahun 2021 pembangunan smelter dalam negeri perkembangannya cukup signifikan. Apalagi progres untuk smelter nikel yang begitu berkembang pesat. Tak hanya smelter nikel, ada juga smelter untuk pemurnian bauksit, besi dan lain sebagainya. Secara rinci dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Berdasarkan siaran pers per 20 Januari 2023, Kementerian ESDM menyatakan bahwa ada 7 smelter sudah diselesaikan di tahun 2022 yakni, PT Aneka Tambang di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, PT Vale Indonesia di Sulawesi Selatan, PT Wanatiara Persada di Maluku Utara, PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara, PT Weda Bay Nickel di Maluku, PT ANTAM (proyek P3FH) di Maluku Utara dan PT Sebuku Iron Lateritic Ores di Kalimantan Selatan yang merupakan smelter besi menghasilkan sponge ferro alloy.

Pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter untuk program hilirisasi hasil tambang domestik diklaim pemerintah telah sesuai dengan target yang ditetapkan pemerintah. Secara rinci untuk smelter nikel akan dikembangkan sebanyak 30 unit dengan nilai investasi US$ 8.006,5 miliar. Dengan rincian yang eksisting ada 13, kemudian dalam tahap perencanaan 17.

Dengan begitu, Jokowi berpesan kepada pemimpin selanjutnya untuk tidak takut melanjutkan kebijakan hilirisasi. Sekalipun ke depan terdapat potensi persoalan yang akan dihadapi Indonesia.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation