Buruan Menikah & Punya Anak Bisa Selamatkan RI, Emang Iya?

Widya Finola Ifani Putri, CNBC Indonesia
17 May 2023 08:02
Infografis, Hukum Menikah dengan Sepupu
Foto: Infografis/ Menikah/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mulai menggencarkan pasangan muda Indonesia untuk tidak menunda pernikahan. Melihat proyeksi struktur demografi Indonesia di masa depan yang akan didominasi oleh kelompok tua.

Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), proporsi penduduk usia 0-14 tahun turun 24,56% pada 2020 menjadi 19,61% pada 2045. Sejalan dengan itu, penduduk usia kerja 15-64 tahun juga diproyeksikan menurun dari 69,28% menjadi 65,79%. Sedangkan, penduduk usia tua (65 tahun ke atas) naik dari 6,16% menjadi 14,61% pada periode yang sama.

Melihat data tersebut, Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam acara Musrenbangnas RKP 2024 dan Peluncuran Proyeksi Penduduk 2020-2050, Selasa (16/5/2023) mulai mengampanyekan pasangan muda Indonesia untuk menikah.

"Jadi anjurannya itu dilakukan keseimbangan jadi jangan menunda nikahnya, sebab kalau tidak, nanti prediksinya yang banyak yang tua. Yang muda yang produktif itu rendah," tegasnya.

Sejalan dengan Ma'ruf, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa juga meminta pasangan muda dapat mempersiapkan diri secara sosial dan ekonomi dalam bentuk jaminan pensiun. Hal ini untuk menopang hidupnya di hari tua.

"Kita jangan sampai keburu tua semua, tapi keburu tua belum kaya, dalam arti tidak dalam posisi yang mampu untuk membiayai hidupnya di hari tua," jelas Suharso.

Menurut Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah, penduduk dengan usia tua secara tidak langsung menjadi beban negara. Negara dibebankan melalui program-program sosial dan juga bantuan kesehatan.

"Maksudnya bukan beban negara secara langsung, tapi beban perekonomian. Dalam pengertian bahwa usia tua di atas 65 bukan usia produktif dan menjadi tanggungan penduduk yang berusia produktif," sebut Piter.

Indonesia saat ini tengah mengalami bonus demografi, dengan jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar dibandingkan penduduk yang tidak produktif. Namun, Piter menjelaskan bahwa bonus demografi diperhitungkan mencapai puncaknya pada tahun 2030, dan akan terus menurun setelahnya. Sehingga pada 2045, Indonesia lebih didominasi oleh penduduk usia yang sudah tidak produktif.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai tingginya proyeksi angka penduduk usia tua pada tahun 2045 (ageing population) akan berdampak pada banyak faktor dalam ekonomi, salah satunya produktivitas ekonomi. Hal ini karena industri tetap membutuhkan angkatan kerja usia produktif, sedangkan penduduk usia produktifnya semakin menurun.

"Akhirnya mereka (industri) akan kesulitan mencari tenaga kerja dan itu yang akan mengancam produktivitas. Kapasitas produksi bisa turun, daya saingnya bisa melemah dan tidak semua industri langsung bisa tergantikan dengan robot. Nah itu yang akan beban berat bagi ekonomi," ucap Bhima.

Bhima menjabarkan ageing population menjadi beban karena biaya kesehatan yang akan semakin mahal. Pemerintah nantinya harus melakukan subsidi secara besar.

"Di dalam konteks Indonesia bisa saja klaim dari BPJS Kesehatan akan membengkak cukup signifikan, dan itu artinya negara harus melakukan subsidi secara besar-besaran agar sistem BPJS tetap berjalan atau premi atau iuran yang dibayarkan bagi peserta BPJS itu naik signifikan," sebut Bhima.

Kemudian, kata Bhima, biaya pensiun tentunya juga akan membengkak. Ini dikarenakan banyaknya penduduk yang masuk usia pensiun dan mulai mencairkan uang jaminan pensiunnya.

Menurut Bhima, ageing population juga berdampak terhadap pelemahan konsumsi rumah tangga. Akhirnya, akan terjadi deflasi, harga barang cenderung mengalami penurunan yang membuat ekonomi kurang bergairah serta pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah.

Berbeda pendapat, Ketua Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar B. Hirawan melihat seharusnya persoalan ageing population tidak membebani masyarakat. Sebaliknya, pemerintah yang memiliki andil besar dalam hal ini.

"Jadi saya rasa memang jangan sampai terkesan pemerintah lepas tangan, bahwa memang dimanapun negara harus menjamin kesejahteraan masyarakatnya baik dia adalah usia tua maupun usia produktif. Jadi memang ini tanggung jawab pemerintah juga sebagai negara yang harus mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya," tegas Fajar.

Pemerintah, kata Fajar, seharusnya responsif terhadap perubahan dari ageing population. Pemerintah dapat secara inovatif mengalokasikan dana APBN kepada sektor-sektor yang diperlukan.

"Ke depannya saya sih optimis bahwa seharusnya pemerintah lebih inovatif, lebih bisa berkreasi bagaimana caranya meningkatkan pendanaan di APBN, khususnya untuk memfasilitasi atau mendanai pos-pos anggaran yang memang kemungkinan yang menjadi prioritas di tahun 2045 nanti," ujarnya.

Untuk menghadapi ageing population, Bhima menjabarkan pemerintah dapat melakukan beberapa faktor antara lain mempersiapkan jaring pengaman sosial, penciptaan lapangan kerja yang berkualitas, serta mempersiapkan transisi ke teknologi. Selain itu, Bhima meminta agar masyarakat tidak childfree.

"Kita perlu bilang bahwa childfree itu nggak baik buat ekonomi karena nanti angka fertilitasnya jadi turun, jadi mendorong lah sebanyak-banyaknya anak muda untuk segera berkeluarga atau menikah yang penting mempersiapkan rencana keuangan dengan baik," tegas Bhima.

Namun, Fajar tidak mengamini bahwa mendorong anak muda untuk segera menikah merupakan solusi yang tepat. "Jika caranya mendorong pasangan muda segera menikah dan memiliki 2 keturunan, saya rasa agak keliru," ucapnya.

Dari sudut pandang Fajar, pemerintah seharusnya bisa mengantisipasi perubahan struktur penduduk yang didominasi usia tua pada 2045 mendatang. Kebijakan yang tepat akan menciptakan produktivitas masyarakatnya.

"Seharusnya pemerintah lebih fokus bagaimana mengantisipasi perubahan struktur penduduk ini dengan kebijakan fiskal yang lebih tepat dan berdampak. Pendidikan dan kesehatan wajib menjadi fokus utama agar anak-anak Indonesia tidak mengalami gizi buruk/stunting dan memiliki pengetahuan/keahlian yang lebih baik. Jika hal itu dapat direalisasikan, produktivitas akan tercipta secara otomatis," jelasnya.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Astaga! Menteri Jokowi Akui RI Sudah Kena Jebakan 'Misterius'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular