Good Bye China, Hello India!

Cantika Adinda Putri & Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
17 May 2023 06:45
Orang-orang mengunjungi Gerbang India di New Delhi. - Setiap pagi dan sore dan selama beberapa jam di antara puluhan juta orang India duduk menganggur di jalan raya yang macet dan bergelantungan di sisi kereta penumpang yang padat di tempat yang menjadi negara terpadat di dunia. (Sajjad HUSSAIN / AFP)
Foto: Orang-orang mengunjungi Gerbang India di New Delhi. - Setiap pagi dan sore dan selama beberapa jam di antara puluhan juta orang India duduk menganggur di jalan raya yang macet dan bergelantungan di sisi kereta penumpang yang padat di tempat yang menjadi negara terpadat di dunia. (AFP/SAJJAD HUSSAIN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah mengalami lockdown ketat akibat Covid-19, perekonomian China ternyata belum jua pulih. Alih-alih mencetak pertumbuhan yang tinggi setelah pembukaan kembali, impor China justru mengalami kontraksi.

Diketahui, impor China mengalami kontraksi atau -7,9 persen pada April 2023. Penurunan ini memperpanjang kinerja negatif yang sudah terjadi sejak Oktober 2022 lalu. Sementara itu, pertumbuhan ekspornya tercatat melambat. Data Bea dan Cukai China juga mencatat ekspor tumbuh 8,5 persen (YoY), turun dari 14,8% pada bulan Maret lalu. Perlambatan ekonomi China ini harus diwaspadai oleh Indonesia.

Kinerja mengkhawatirkan juga tampak pada PMI manufaktur China. Purchasing managers' index (PMI) manufaktur China pada April tercatat sebesar 49,2, turun dari bulan sebelumnya 51,9 dan berada di level terendah sejak Desember 2022.

Direktur Eksekutif Indef Ahmad Tauhid mengatakan bahwa perlambatan manufaktur di China belum akan signifikan berpengaruh terhadap neraca perdagangan Indonesia.

"Efek ke kita masih relatif kecil, karena ekonomi mulai bergerak, industri bergerak, dan pengaruhnya belum terasa," jelas Tauhid saat dihubungi CNBC Indonesia.

Kendati demikian, menurut Tauhid Indonesia tidak akan bisa lepas terikat dengan China, karena banyak investasi-investasi yang masuk ke Indonesia berasal dari China, ditambah China merupakan salah satu kreditur atau pemberi utang terbesar untuk hampir seluruh negara di dunia.

Namun dari sisi perdagangan, seharusnya Indonesia bisa untuk mencari pangsa pasar baru di luar China, dan pasar yang bisa menggantikan China menurut Tauhid adalah India.

"India punya peluang, karena market besar, ekonomi stabil di atas 6%, konsumsinya besar dan tren importasi dengan kita lumayan. Marketnya sama, growth ekonominya bagus," ujarnya.

Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, perekonomian China 25% berasal dari permintaan domestik, sementara sisanya atau 75% berasal dari ekspor, terutama ekspor manufaktur. Adapun, sektor manufaktur di China saat ini tengah mengalami kontraksi.

"Ini menjadi lampu kuning bagi ekonomi China sebab manufaktur berkontribusi 33% terhadap pertumbuhan ekonomi China," papar David kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (12/5/2023).

David juga menilai negara Tirai Bambu itu tengah melakukan 'cuci gudang' alias dumping sebagai langkah China untuk memulai kembali aktivitas ekonomi mereka di awal tahun 2023.

"Untuk berbagai sektor seperti chemical, sparepart, itu memang mereka dumping ke banyak negara. Itu yang menyebabkan tingkat harga turun. Kontribusi inflasi global (yang menurun) salah satunya dari cuci gudang oleh China," jelas David.

Hubungan China dan Indonesia cukup kuat. China adalah mitra dagang Indonesia yang utama. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2022 China termasuk salah satu negara yang menyumbang defisit neraca perdagangan Indonesia terbesar setelah Australia dan Thailand.

Indonesia mencatatkan defisit dengan China sebesar US$3,61 miliar, terbesar pada komoditas mesin-mesin/pesawat mekanik, mesin/peralatan listrik, serta plastik dan barang dari plastik.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengingatkan bahwa kontraksi 1% ekonomi China dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3%-0,6%.

"Apabila mereka melemah 1 persen, pengaruhnya ke Indonesia akan mengalami penurunan 0,3 sampai 0,6 persen," ungkap Sri Mulyani, dikutip Jumat (12/5/2023).

Dia juga mengingatkan bahwa perlambatan China akan mempengaruhi ekspor, impor dan pariwisata RI.

Potensi India

Seperti diketahui, peristiwa buruk karena cuaca panas tengah melanda beberapa negara, termasuk India. Pada musim panas lalu yang mana mereka kekurangan pasokan listrik dan batu bara karena suhu yang meningkat drastis. Kedua negara sebetulnya sudah menyiapkan diri jauh-jauh hari.

India sudah mengimpor batu bara sebanyak 2,2 juta ton atau naik 25% (month to month/mtm) pada Februari. Produksi batu bara India juga ditingkatkan hingga mencapai 892 juta ton pada April 2022 hingga Februari 2023. Jumlah tersebut naik 14,7% (year on year/yoy).

Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri melaporkan China dan India masih menjadi pasar utama batu bara RI. Data BPS menunjukkan ekspor batu bara ke India mencapai 23,97 juta ton pada kuartal I-2023 dengan nilai menembus US$ 1,91 miliar. Jelas India menjadi pasar yang menjanjikan.

Tak hanya itu, India saat ini tengah memperluas sektor manufakturnya dalam skala besar dan meluncurkan program investasi infrastruktur besar pada awal 2022. Kebijakan India ini tentunya akan mendatangkan investor asing dan perusahaan multinasional untuk membuka cabang di Anak Benua.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Populasi India Siap Salip China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular