Sanksi Barat Loyo, Rusia Pesta 'Durian Runtuh' Rp 222 Triliun
Jakarta, CNBC Indonesia - Rentetan sanksi ekonomi yang dijatuhkan negara-negara Barat terhadap Rusia tampaknya belum mampu melumpuhkan ekonomi Negeri Beruang Merah tersebut. Bahkan, pendapatan dari sektor energi yang menjadi andalan masih melambung.
Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan ekspor minyak Rusia naik pada April ke level tertinggi sejak serangan ke Ukraina, meningkatkan pendapatan sebesar US$ 1,7 miliar atau setara Rp 28 triliun (kurs Rp 14.800).
Organisasi yang berbasis di Paris itu mengatakan ekspor Rusia meningkat 50.000 barel per hari menjadi 8,3 juta barel per hari bulan lalu, memperkirakan bahwa negara itu tidak sepenuhnya memenuhi ancaman untuk memangkas produksi secara tajam.
"Memang, Rusia mungkin meningkatkan volume untuk menutupi hilangnya pendapatan," kata IEA dalam laporan pasar minyak bulanannya, dikutip dari AFP, Selasa (16/5/2023).
Pendapatan ekspor minyak negara itu naik senilai US$ 1,7 miliar menjadi US$ 15 miliar (Rp 222 triliun) pada April.
Namun, angka tersebut 27% lebih rendah dari bulan yang sama pada 2022. Penerimaan pajak Rusia dari sektor minyak dan gasnya turun 64% secara tahunan.
Kelompok Tujuh negara kaya (G7) dan Australia telah menetapkan batas harga pada produk minyak bumi dan minyak mentah Rusia dalam koordinasi dengan Uni Eropa dalam upaya untuk memotong sumber pendanaan utama untuk perangnya di Ukraina.
Uni Eropa juga memberlakukan embargo pada ekspor minyak utama negara itu.
Sebagai tanggapan, Rusia mengancam akan menghentikan negara dan perusahaan yang mematuhi batas harga.
Mereka juga telah mengumumkan pengurangan produksi 500.000 barel per hari sementara sekutunya dalam kelompok produsen minyak OPEC+, termasuk Arab Saudi, juga setuju untuk memangkas produksi.
IEA mengatakan produksi minyak mentah Rusia bertahan "secara luas stabil" pada April sebanyak 9,6 juta barel per hari dan bahwa negara itu harus memangkas 300.000 barel lagi per hari pada Mei untuk menyesuaikan diri.
"Rusia tampaknya memiliki sedikit masalah dalam menemukan pembeli yang bersedia untuk produk minyak mentah dan minyaknya, seringkali dengan mengorbankan sesama anggota OPEC+ di pasar dua tingkat yang muncul sejak embargo diberlakukan," kata IEA.
Badan itu mengatakan China dan India menyumbang hampir 80% untuk tujuan ekspor minyak mentah Rusia.
Kemunculan China dari hampir tiga tahun pembatasan Covid juga diperkirakan akan mengangkat permintaan minyak dunia tahun ini karena IEA menaikkan perkiraannya sebesar 2,2 juta barel per hari menjadi rata-rata 102 juta barel per hari, 200.000 barel per hari di atas perkiraan sebelumnya.
"Pemulihan permintaan China terus melampaui ekspektasi, dengan negara tersebut mencatat rekor sepanjang masa di bulan Maret sebesar 16 juta barel per hari."
(luc/luc)