
Orang Miskin RI Jadi Banyak, Pemerintah Ogah Ikuti Bank Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Joko Widodo, dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), akan mengkaji ulang terkait dengan perhitungan garis kemiskinan yang diterapkan Bank Dunia.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bappenas Suharso Monoarfa setelah Musrenbangnas RKP 2024 dan Peluncuran Proyeksi Penduduk 2020-2050, Selasa (16/5/2023).
"Kita sedang exercise ini. Ini nanti cara perhitungannya dengan BPS. Dan BPS kemarin sudah ke UN karena UN sudah mengadopsi cara pehitungan ini. Jadi ada daerah yang mungkin akan tambah makmur. Ada yang makmur terkoreksi ada yang tadinya gak makmur terus naik. Saya gak bisa mengatakan mana saja. Karena angkanya belum sampai," papar Suharso, Selasa (16/5/2023).
Namun, dia memastikan Indonesia tidak hanya akan menggunakan standar Bank Dunia. Indonesia akan mencoba menghitung garis kemiskinan dari dimensi lainnya.
Bank Dunia mengubah perhitungan ukuran paritas daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP) beberapa waktu lalu.
Pada basis perhitungan baru, Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan ekstrem menjadi US$ 2,15 per orang per hari atau Rp 32.745 per hari (kurs Rp 15.230 per US$). Sebelumnya, garis kemiskinan ekstrem ada di angka US$ 1,90.
Sementara itu, batas kelas penghasilan menengah ke bawah dinaikkan menjadi US$ 3,65 atau Rp 55.590 per orang per hari dari sebelumnya US$ 3,20 atau Rp 48.740. Adapun, batas kelas berpenghasilan menengah ke atas menjadi US$ 6,85 atau Rp 104.325 per hari dari sebelumnya US$ 5,50 atau Rp 83.675 per hari.
Dengan ukuran PPP US$ 1,90 per hari, Bank Dunia menganggap Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem, dari 19% pada 2002 menjadi 1,5% pada 2022. Namun, sebagai calon negara berpenghasilan menengah ke atas, Indonesia menurut Bank Dunia perlu memperluas fokusnya di luar kemiskinan ekstrem, dengan beralih dari garis kemiskinan US$ 1,9 per kapita per hari.
Suharso menambahkan jika menggunakan perhitungan US$ 1,9, maka jumlah warga miskin akan meningkat. Tetapi jika pemerintah memakai multidimensi, indikatornya justru membaik.
"Karena ada dimensi lain yang harus disertakan untuk menghitung mengenai kapasitas itu. Tetapi ada juga daerah yang lain yang justru tadinya makmur. Kemudian dihitung namun dia turun," ungkapnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kategori Miskin di RI : Pengeluaran di Bawah Rp 17.851 / Hari