Anies Sebut Emisi Mobil Listrik Lebih Tinggi, Cek Data Ini..
Jakarta, CNBC Indonesia - Pernyataan Calon Presiden (Capres) Anies Baswedan yang menyebut emisi mobil listrik lebih tinggi daripada emisi yang dihasilkan dari bus penumpang berbasis Bahan Bakar Minyak (BBM) dinilai kurang pas. Pasalnya, membandingkan mobil listrik pribadi dan bus tentunya tidak setara.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, transportasi publik seperti bus pastinya mempunyai emisi lebih rendah per kapita dibandingkan kendaraan pribadi.
Karena itu, menurut Fabby, apabila ingin membandingkan, maka seharusnya kendaraan pribadi listrik dibandingkan dengan kendaraan pribadi berbahan bakar minyak (Internal Combustion Engine/ ICE) dan bus listrik dibandingkan dengan bus ICE.
"Di banyak perhitungan, EV (mobil listrik) lebih unggul dalam hal penurunan emisi dibandingkan kendaraan bermotor bakar untuk semua jenis kendaraan," ungkap Fabby kepada CNBC Indonesia, Kamis (11/5/2023).
Adapun berdasarkan hasil kajian IESR, emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dihasilkan mobil listrik lebih rendah dari emisi mobil berbahan bakar saat ini. Hal ini juga telah mempertimbangkan embedded emission kendaraan listrik, yaitu produksi baterai.
"Emisi lebih rendah karena konsumsi energi kendaraan listrik per kilo meter (km) kendaraan listrik lebih rendah daripada ICE/motor bakar. Jika bauran energi terbarukan meningkat di 2030, emisinya EV akan lebih rendah lagi," katanya.
Berdasarkan analisis IESR, bila kendaraan listrik marak digunakan, maka rata-rata emisi karbon per km akan turun sebesar 25% menjadi 188 gram CO2 per km dari 252 gram CO2 per km ketika hanya menggunakan mobil berbasis bahan bakar. Bahkan, pada 2030 emisi diperkirakan akan turun sebesar 33% menjadi 169 gram C02 per km.
Ini dengan asumsi rata-rata per 200 ribu km operasi.
Sebelumnya, Anies mengkritik kebijakan pemerintah yang memberikan subsidi mobil listrik. Kebijakan tersebut dinilai salah sasaran.
Menurut Anies, pembeli mobil listrik rata-rata berasal dari kalangan keluarga mampu. Dengan demikian, pemberian subsidi untuk pembelian mobil listrik dirasa kurang tepat.
"Solusi menghadapi tantangan lingkungan hidup polusi udara bukanlah terletak di dalam subsidi mobil listrik yang pemilik mobil listriknya yang mereka-mereka tidak membutuhkan subsidi. Betul?," kata Anies dalam acara "Deklarasi dan Pengukuhan Amanat Indonesia", Minggu (07/05/2023).
Di samping itu, pemberian subsidi mobil listrik bukan menjadi solusi dalam mengatasi persoalan polusi udara. Anies menyebut emisi karbon yang dihasilkan dari penggunaan mobil listrik pribadi berpotensi lebih besar dibandingkan dengan transportasi umum seperti bus berbahan bakar minyak (BBM).
"Kalau kita hitung apalagi ini contoh ketika sampai kepada mobil listrik emisi karbon mobil listrik per kapita per kilometer sesungguhnya lebih tinggi daripada emisi karbon bus berbahan bakar minyak," kata Anies.
Kondisi tersebut terjadi lantaran mobil listrik hanya dapat digunakan untuk keperluan pribadi penggunanya. Sementara bus dapat digunakan untuk kepentingan umum dan dapat memuat banyak orang.
(wia)