Dedolarisasi Nyata! Ternyata RI Sudah Duluan 'Buang' Dolar

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
06 May 2023 18:15
Bye AS! Daftar Negara Mulai 'Tinggalkan' Amerika, Ada RI
Foto: Infografis/ Bye AS! Daftar Negara Mulai 'Tinggalkan' Amerika, Ada RI/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak ekonomi di Amerika Serikat (AS) membuat banyak negara kini mempertimbangkan untuk tidak terlalu banyak menggantungkan likuiditasnya dalam bentuk dolar AS.

Negeri Paman Sam itu telah dilanda krisis perbankan dan dihadapkan dengan adanya potensi gagal bayar yang kemungkinan terjadi pada 1 Juni 2023 mendatang.

Baru-baru ini, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional atau IMF Kristalina Georgieva mengungkapkan, bagaimana saat ini dolar AS telah kehilangan statusnya sebagai mata uang cadangan utama dunia.

"Ada pergeseran bertahap dari dolar, dulunya 70% dari cadangan, sekarang sedikit di bawah 60%," ujar Georgieva di acara Global Milken Institute 2023 dikutip Sabtu (6/5/2023).

Adapun, dia melihat pengganti dolar AS sebagai mata uang cadangan a.l. euro, poundsterling Inggris, yen Jepang dan yuan China. Dari mata uang tersebut, bos IMF melihat euro memegang potensi terbesar.

"Mereka memainkan peran yang sangat sederhana," katanya.

Patut disadari fenomena dedolarisasi atau buang dolar mulai dilakukan oleh banyak negara di dunia. India telah mengeluarkan kebijakan baru untuk semakin meningkatkan penggunaan rupee dalam perdagangan mereka sejak April 2023. Salah satunya dengan Malaysia dan Uni Emirat Arab (UEA).

Tak kalah dengan India, Indonesia ternyata telah mengurangi ketergantungan akan dolar sejak 2018.

Bank Indonesia (BI) menggencarkan penggunaan mata uang lokal melalui settlement currency atau local currency settlement (LCS) dalam transaksi perdagangan bilateral Indonesia dengan negara mitra sejak 2018.

Local Currency Settlement (LCS) adalah penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara di mana setelmen transaksinya dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing.

LCS pertama kali diimplementasikan oleh Indonesia dengan Thailand dan Malaysia pada 2018.

"Sejak tahun 2018 BI telah menginisiasi kerja sama LCS dengan Malaysia dan Thailand untuk mendorong penggunaan mata uang lokal oleh pelaku usaha dalam penyelesaian transaksi perdagangan bilateral kedua negara," jelas BI dalam laman resminya.

Pada Agustus 2020 kerja sama serupa juga telah diimplementasikan dengan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 September 2021, kerja sama LCS ini juga sudah efektif diimplementasikan dengan Tiongkok atau China.

Kini LCS pun telah berkembang jauh. BI melakukan perluasan nantinya tidak hanya di dalam hal perdagangan, tetapi juga investasi dan transaksi di pasar uang, seperti halnya yang telah dijalankan Indonesia dengan Malaysia dan Thailand.

Oleh karena itu, nama LCS akan diganti menjadi local currency transaction (LCT).

Sebagai catatan, LCT tidak hanya dilakukan oleh Indonesia dan negara mitra, tetapi juga antar negara mitra. Sistem ini telah membantu mengurangi ketergantungan akan dolar.

Di kancah internasional, Gubernur BI Perry Warjiyo bahkan menekankan pentingnya memperkuat dan meningkatkan kerja sama di antara negaranegara ASEAN+3 dalam konektivitas pembayaran dengan mempromosikan penggunaan mata uang lokal yang lebih luas untuk transaksi.

ASEAN+3 pun menyambut perkembangan kajian Sistem Pembayaran Lintas Batas, khususnya mengenai Penguatan Transaksi Mata Uang Lokal (Local Currency Transactions - LCT). LCT pun masuk dalam pembahasan Isu Tematik ASEAN+3.


(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lama Jadi Raja Dunia, Saatnya Negara di Dunia Buang Dolar AS?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular