
Tanda Baru Arah Perang Rusia-Ukraina, Putin Makin Brutal?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin diyakini akan memperdalam perangnya di Ukraina. Tembusnya dua drone menyerang atap kediaman presiden di Kremlin, disebut telah membuat malu Moskow dan memperkuat narasi pentingnya perang bagi eksistensi negeri itu dan rakyat Rusia.
Meskipun drone dihancurkan sebelum menyebabkan kerusakan serius, insiden tersebut membuat banyak pihak menyoroti kerentanan pusat pemerintahan Putin terhadap serangan musuh. Hal ini mendorong sejumlah kemarahan yang mempertanyakan kemanjuran pertahanan udara Rusia.
Belum lagi kejadian berlangsung menjelang parade kemenangan tahunan Perang Dunia II Uni Soviet atas Nazi 9 Mei yang akan digelar di Lapangan Merah Moskow. Ini dianggap sebagai acara sakral bagi banyak orang Rusia.
"Ini adalah upaya untuk mengumpulkan semua hal yang sakral dalam satu kesimpulan," kata mantan diplomat Rusia dan pengamat Kremlin, Alexander Baunov, dikutip di akun Youtube Live Nail, Jumat (5/5/2023).
"Menurut versi Kremlin, dugaan serangan itu membidik Putin, bendera Rusia... dan membayangi 'Hari Kemenangan'," tambahnya.
"Mereka mencoba ... untuk mengerahkan massa dari serangan gagal itu. Ini menjadi mobilisasi patriotik," tegas Bounav.
Hal ini, ujarnya lagi, menimbulkan persatuan kombinasi kemarahan, ketakutan, dan patriotisme. Itu akan berguna membawa peperangan lebih dalam, di mana Rusia kini memang diramalkan bersiap menerima serangan balasan Ukraina yang telah lama ditunggu-tunggu, yang diyakini Kyiv bisa merebut kembali teritorinya dari Beruang Merah.
Zelensky Harus Dibunuh
Dalam laporan Reuters, setelah kantor Putin membingkai insiden drone sebagai upaya Ukraina pada kehidupan presiden, sesuatu yang disangkal Kyiv, politisi dari seluruh spektrum politik Rusia menyerukan balas dendam. Beberapa politisi Moskow menuntut apa yang disebutnya 'operasi militer khusus' di Ukraina dengan cara yang jauh lebih keras.
Beberapa komentator yang berbasis di Barat juga melihat kemungkinan melakukan eskalasi. Meski belum sampai ke penggunaan senjata nuklir taktis, ada opsi serangan barbar dan ilegal seperti menargetkan administrasi kepresidenan Ukraina dan gedung pemerintah lainnya di pusat Kyiv, termasuk secara terbuka mencoba membunuh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dan anggotanya.
Salah satunya mantan presiden Dmitry Medvedev. Ia menyerukan membunuh Zelensky.
"Setelah serangan teroris hari ini, tidak ada pilihan selain pemusnahan fisik Zelensky dan kelompoknya," kata Medvedev yang kini menjabat Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, di saluran Telegram-nya, dikutip TASS.
"Zelensky, bahkan tidak diperlukan untuk menandatangani instrumen penyerahan tanpa syarat ... Hitler, seperti diketahui, juga tidak menandatanganinya. Akan selalu ada penggantinya," katanya lagi.
Sementara itu, Ketua Majelis Rendah Parlemen Rusia, Vyacheslav Volodin, menunjuk pemerintah Ukraina sebagai organisasi teroris. Negara-negara pendukung Baratnya seperti Amerika Serikat (AS) juga dicap sebagai sponsor terorisme, sesuatu yang dibicarakan oleh
"Rezim Nazi Kyiv harus diakui sebagai organisasi teroris. (Itu) tidak kalah berbahaya dari Al Qaeda," katanya.
"Politisi di negara-negara Barat yang memompa senjata ke rezim Zelenskiy harus menyadari bahwa mereka tidak hanya menjadi sponsor, tetapi juga kaki tangan langsung aktivitas teroris," tambahnya.
Rusia sendiri melaporkan sejumlah serangan dalam beberapa hari terakhir. Sebelum kediaman Putin diserang drone, Rusia melaporkan sabotase kereta apinya dan serangan drone di kilang minyaknya.
Minta Bantuan Israel
Sementara itu, di sisi lain, Ukraina dilaporkan telah meminta bantuan Israel trekant sistem pertahanan. Israel disebut akan çemberi Kyiv sistem pendeteksi misil untuk memberi warga Ukraina lebih banyak waktu untuk berlindung dari serangan misil Rusia.
Sistem itu kini sedang diuji di Kyiv. Sistem akan diaktifkan dalam waktu dua bulan.
"Ini memungkinkan untuk mengidentifikasi objek yang berbeda, termasuk rudal balistik, dan menghitung ke mana mereka akan pergi dan pada dasarnya memungkinkan kita untuk menutup bagian tertentu dari negara ," katanya kepada Reuters, mengacu pada perintah perlindungan udara saat ini.
Peringatan pun akan diberikan sistem ke warga melalui ponsel, pengeras suara otomatis dan situs web. Melalui itu warga diharapkan memiliki waktu untuk berlindung sesuai dengan jarak target ke sumber peluncuran, paling pendek 15 detik, paling lama tiga menit.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rusia Menang Lagi, Rebut Kota Ukraina