Freeport Diizinkan Jokowi Ekspor Setelah Juni Tapi Kena Denda
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa pemerintah sudah sepakat memberikan izin kelanjutan ekspor konsentrat tembaga kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) setelah Juni 2023 sampai dengan Mei 2024 mendatang.
Seperti diketahui, berdasarkan amanat Undang-Undang No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), ekspor mineral mentah, termasuk konsentrat, dilarang mulai 10 Juni 2023 mendatang.
Arifin mengatakan, salah satu pertimbangan pemerintah mengizinkan kelanjutan ekspor konsentrat tembaga Freeport karena adanya pandemi Covid-19 yang berdampak pada waktu pembangunan smelter Freeport menjadi tertunda.
"Kita consider itu karena ada pandemi. Juni, nah ini kita sedang ya.. kalau nggak boleh ekspor gimana? Udah, boleh," ungkapnya saat ditanya jadi keputusannya boleh diizinkan ekspor setelah Juni atau tidak, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (28/04/2023).
Dia menyebut, sampai saat ini progres pembangunan smelter Freeport telah mencapai sekitar 60% dengan pengeluaran sudah sekitar US$ 1,5 miliar. Ditargetkan, smelter baru ini akan rampung dan beroperasi pada Mei 2024 mendatang.
Oleh karena itu, izin ekspor juga akan diberikan hingga smelter baru tersebut beroperasi.
Namun demikian, dia menyebut, pemberian izin ekspor konsentrat tembaga kepada PT Freeport Indonesia ini bukan tanpa syarat. Dia mengungkapkan, Freeport tetap akan diizinkan ekspor namun dengan membayar kompensasi, seperti denda.
"(Izin ekspor diberikan sampai) Mei 2024 iya dengan catatan. Ada hal-hal administratif yang kita sedang siapkan. Administrasi istilahnya, mirip-mirip denda," ungkap Arifin saat ditanya apakah akan ada denda yang harus dipenuhi jika Freeport menerima izin ekspor konsentrat tembaga setelah Juni 2023, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (28/4/2023).
Arifin pun membeberkan sejumlah pertimbangan yang membuat pemerintah akhirnya mengizinkan Freeport untuk tetap bisa mengekspor konsentrat setelah Juni 2023 mendatang.
Pertama, Arifin menjelaskan, diizinkannya Freeport untuk tetap bisa mengekspor konsentrat setelah Juni 2023 ini dengan pertimbangan keadaan kahar alias force majeure pandemi Covid-19, sehingga dinilai tidak melanggar UU Minerba.
"Kita consider apa yang sudah terbangun dari proyeknya, dari komitmennya. Kita consider kendala yang dihadapi pembangunannya. Kan waktu Covid, dia kontraktornya Jepang. Jepang aja berapa tahun aja itu lockdown-nya. Memang pengerjaan engineering-nya agak sulit berprogres. Kalau engineering gak progres, pembelian materi procurement-nya juga nggak berprogres," jelasnya.
"Kan ada masalah force majeure itu, kan memang pandemi dampaknya begitu kan. Kan virus membahayakan," ucapnya.
Pertimbangan kedua, mayoritas pemegang saham PT Freeport Indonesia (PTFI) kini juga dimiliki Indonesia melalui MIND ID, Holding BUMN Pertambangan, yakni sebesar 51%.
"Ya kan kita tahu bahwa dalam pembangunan itu kan terkendala ada pandemi yang menjadi bahan konsiderasi kita, karena kalau disetop sama sekali kan juga MIND ID 51%, Indonesia sudah 51% sahamnya. Dampaknya akan lebih banyak ke kita. Kita udah cari jalan keluarnya," tuturnya.
Pertimbangan berikutnya yaitu adanya potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bila ekspor konsentrat tembaga Freeport disetop.
Dia menyebut, ribuan pekerja bisa terdampak bila ekspor konsentrat Freeport disetop pada Juni 2023 mendatang.
"Oh iya dong, kalau nggak kerja kan bisa ada dampak sosialnya. Ya banyak lah kalau nggak kerja sekian tahun kan banyak. Terutama yang upah harian. Kalau konstruksi iya ribuan, kan di tambang ribuan juga," ungkapnya saat ditanya apakah potensi PHK menjadi salah satu pertimbangan diizinkannya Freeport untuk melanjutkan ekspor konsentrat.
(wia)