
Gelombang Panas Menyerang! Ilmuwan Ungkap Lokasi Terparah

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis lingkungan akibat perubahan iklim makin terasa. Terbaru, beberapa negara, termasuk Indonesia, melaporkan suhu cuaca yang makin panas.
Sebuah studi baru yang dilakukan ilmuwan mengatakan bahwa gelombang panas yang memecahkan rekor akan meningkat seiring meningkatnya krisis iklim. Fenomena ini akan menghantam keras negara-negara yang disebut tidak siap menghadapinya.
Dalam studi yang dituliskan dalam jurnal Nature Communications, Selasa (26/4/2023), ilmuwan mengidentifikasi Afghanistan, Papua Nugini, dan Amerika Tengah sebagai hot spot untuk gelombang panas berisiko tinggi. Hal ini dikarenakan populasinya yang tumbuh cepat namun dari segi akses ke perawatan kesehatan terbatas.
"Ada bukti di sana bahwa daerah-daerah itu mungkin akan mengalami gelombang panas yang besar dan mereka tidak siap untuk itu," kata salah seorang penulis yang juga profesor ilmu atmosfer di University of Bristol, Dann Mitchell, kepada CNN International.
"Ancaman yang dihadapi Afghanistan sangat mencolok. Tidak hanya ada potensi tinggi untuk memecahkan rekor panas ekstrem, tetapi dampaknya akan makin meningkat dengan kesulitan besar yang sudah dihadapi negara ini."
Gelombang panas memiliki dampak negatif yang luas. Mereka mengurangi kualitas udara, memperburuk kekeringan, meningkatkan risiko kebakaran hutan dan dapat menyebabkan infrastruktur rusak.
Fenomena ini juga sangat merugikan kesehatan manusia, dan panas ekstrem adalah salah satu bencana alam paling mematikan. Serangan panas atau kelelahan karena panas dapat memicu berbagai gejala berbahaya, antara lain sakit kepala, pusing, mual, dan kehilangan kesadaran.
"Heat stroke adalah penyakit terkait panas yang paling serius, menyebabkan suhu tubuh meroket dalam hitungan menit, dan dapat menyebabkan cacat permanen atau kematian," menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS).
Beberapa daerah telah mengalami suhu yang belum pernah terjadi sebelumnya tahun ini. Pada bulan Maret, sebagian Argentina bergulat dengan suhu hingga 10 derajat Celcius, atau 18 derajat Fahrenheit, di atas normal, sementara rekor suhu tinggi dipecahkan di sebagian besar Asia pada bulan April.
Di Lytton, British Columbia, Kanada, suhu memuncak di bawah 50 derajat Celcius pada Juni 2021, memecahkan rekor sebelumnya hampir 5 derajat lebih tinggi. Desa itu hampir hancur total oleh kebakaran hutan hanya beberapa hari kemudian.
"Beberapa bagian China, termasuk Beijing, dan negara-negara Eropa, seperti Jerman dan Belgia, juga menghadapi risiko tinggi," menurut laporan tersebut.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gelombang Panas Hantam India, Korban Capai 24.000 Jiwa
