
Menyibak Kisah di Balik Pertemuan Jokowi & Bos Besar Freeport

Jakarta, CNBC Indonesia - Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoran Richard Adkerson dan juga Direktur Utama PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas menemui Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (12/4/2023) di Istana Negara, Jakarta.
Belum terang apa yang dibahas dalam pertemuan itu. Namun, Dirut Freeport Indonesia Tony Wenas menyatakan kedatangannya untuk melaporkan perkembangan produksi dan progres pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian konsentrat tembaga (smelter).
"Melaporkan perkembangan mengenai produksi pertambangan, progres smelter itu aja," terang Tony Wenas ditemui di Istana, Rabu (12/4/2023).
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) perusahaan pertambangan wajib membangun hilirisasi atau smelter di dalam negeri. Jika tidak, tiga tahun setelah UU Minerba ini terbit atau tepatnya Juni 2023, kegiatan ekspor akan disetop.
Nah, dengan belum tuntasnya smelter milik Freeport pada Juni 2023 ini, apakah kegiatan ekspor konsentrat Freeport akan mendapatkan relaksasi ekspor?
"Pak Presiden (Jokowi) berharap smelternya bisa selesai tepat waktu atau paling tidak lebih cepat. (Relaksasi) itu tidak kita bicarakan, itu aja yang bisa saya sampaikan," tandas Tony.
Mengacu catatan Freeport Indonesia, sampai pada Februari 2023 ini, pembangunan smelter yang menjadi pabrik tembaga terbesar di dunia ini sudah mencapai 56,5% sesuai dari yang ditargetkan.
Adapun total biaya yang sudah dikeluarkan Freeport Indonesia untuk mengembangkan 56,5% konstruksi smelter mencapai US$1,83 miliar atau setara dengan Rp 28 triliun. Sebagaimana diketahui, total Capex dari penyelesaian proyek smelter tembaga ini mencapai US$ 3 miliar atau Rp 45 triliun.
Smelter baru atau tambahan yang berlokasi di JIIPE Gresik ini akan memiliki kapasitas produksi sebanyak 1,7 juta metrik ton tembaga. Dengan begitu, smelter tembaga ini merupakan single line terbesar di dunia, lantaran melebihi kapasitas smelter tembaga yang ada di China dan Swedia yang berkapasitas 1,6 juta metrik ton.
Ancaman Besar Menghantui
Sebagaimana diketahui, larangan ekspor konsentrat tembaga sesuai dengan ketentuan dalam UU Minerba, pastinya akan berdampak serius yang bisa menciptakan 'ancaman besar' terhadap perekonomian, khususnya perekonomian di daerah.
Larangan ekspor konsentrat ini akan berdampak pada terhentinya kegiatan pertambangan milik Freeport Indonesia, yang mempekerjakan puluhan ribu masyarakat Indonesia.
Sehingga, apabila kegiatan ekspor disetop, maka gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa terjadi. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2017 pemerintah juga pernah menyetop keran ekspor konsentrat tembaga Freeport, imbasnya 33.000 karyawan dirumahkan.
Namun ditanya mengenai potensi pelarangan ekspor dengan PHK, Tony Wenas enggan menjawab. "Aduh, saya nanti dulu deh," tandas Tony Wenas.
Plh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menilai rencana pemerintah menyetop ekspor mineral mentah bakal berdampak cukup signifikan bagi perekonomian daerah. Misalnya seperti di Kabupaten Mimika yang selama ini 99% pendapatan asli daerah (PAD) nya bergantung dari Freeport Indonesia.
"Jadi di Mimika itu hidupnya karena PAD 99% diberi oleh PTFI kalau dia gak mampu ya tutup, terjadilah Kabupaten Mimika merdeka sendiri," ujar Djoko kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (13/4/2023).
Djoko pun optimistis pemerintah Indonesia bakal memberikan relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga bagi PT Freeport Indonesia. Sekalipun progres pembangunan smelter hingga Juni 2023 belum selesai. "Pemerintah juga berpikir secara holistik kalau dia (PTFI) sudah tinggi capex-nya sudah ada keseriusan pasti diampuni," katanya.
Pendapatan Negara Bisa Hilang Rp120 Triliun
Pada Senin (3/4/2023), pemerintah dalam hal ini Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bersama dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan juga Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengadakan rapat di Istana Negara, Senin (3/4/2023).
Rapat tersebut membahas mengenai sektor pertambangan yang salah satunya berkaitan dengan pembahasan mengenai ekspor yang dilarang pada Juni 2023 ini. Khususnya untuk ekspor konsentrat tembaga milik Freeport Indonesia.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan bahwa izin ekspor dilihat berdasarkan progres pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahannya (smelter). "Smelternya (Freeport) sekarang berdasarkan laporan per kuartal I-2023 itu sudah kurang lebih 60%. Sudah mengeluarkan dana hampir US$ 2 miliar, jadi progres cukup bagus," terang Menteri Arifin di Istana Negara, Senin (3/4/2023).
Menteri Arifin sendiri menyadari bahwa saat ini pemerintah memegang 51% saham di Freeport Indonesia. Dengan begitu, apabila kegiatan ekspor dilarang maka akan ada potensial loss pendapatan yang berbentuk pajak oleh pemerintah.
Adapun potensi kehilangan pendapatan tersebut dengan asumsi harga tembaga sebesar US$ 4,5 per pon. "Cukup besar ya (potential loss), hitung saja kalau harganya US$ 4,5 per pon tembaga, itu revenue-nya setahun bisa US$ 8 miliar," ungkapnya.
Untuk itu, menurutnya, pemerintah masih membahas terkait dampak untung rugi dari kebijakan ini, termasuk dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Nah ini kita akan bahas lebih lanjut," ucapnya saat ditanya apakah kemungkinan akan ada relaksasi ekspor konsentrat tembaga untuk Freeport.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wow, Freeport Bakal Kuasai Saham PT Smelting Gresik