Mau Jadi Raja Baterai, RI Harus Bersaing dengan 3 Penguasa

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
12 April 2023 14:32
Pengunjung melihat mobil listrik Hyundai Ioniq yang dipamerkan dalam ajang pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2021 di ICE, BSD City, Tangerang Selatan, Senin (15/11/2021). Hyundai Ioniq meluncur berbarengan dengan Hyundai Kona medio November 2020 lalu. Dari segi eksterior, Hyundai Ioniq Electric ini sudah terpancar aura futuristik, berkat grill tanpa lubang, dengan lampu khas unik yang berasal dari lampu depan LED ke Day Running Light (DRL). Dari sisi interior, IONIQ menampilkan kesan modern dengan kursi berbalut kulit. IONIQ juga memiliki dua layar LCD yang menampilkan berbagai informasi untuk pengemudi. Cluster Supervision dengan layar LCD TFT 7" memberikan informasi penting dari kendaraan pada posisi yang mudah terlihat oleh pengemudi. Powertrain dari Hyundai Ioniq menggunakan motor listrik bermagnet permanen dan berefisiensi tinggi sebesar 100 kW (136 PS) yang dipasok oleh baterai lithium ion 38,3 kWh. Motor mengembangkan torsi 295 Nm yang didistribusikan ke roda depan, dan ber akselerasi 0-100 m dalam 9,9 detik. Jarak tempuh Hyundai Ioniq mencapai 373 km (berdasarkan NEDC) dan 311 km (berdasarkan WLTP) dalam sekali pengisian daya. Pengisian daya penuh dapat dicapai dalam 54 menit untuk pengisian nol hingga 80 persen dengan menggunakan stasiun pengisian kendaraan listrik berkapasitas 100 kW (DC). Lebih lanjut Hyundai Ioniq ini juga bisa dicharging di rumah (standar) dari titik nol hingga 100 persen memakan waktu 17 jam 30 menit, AC Charging 6 jam 5 menit. Dalam ajang GIIAS mobil ini dibanderol seharga Rp 677 juta OTR Jakarta. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: CNBC Indonesia/Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki cita-cita untuk bisa menjadi "raja" baterai kendaraan listrik. Namun ternyata, untuk menggapai cita-cita tersebut tidak lah mudah. Indonesia harus siap bersaing dengan tiga "penguasa" dunia saat ini.

Tiga "penguasa" baterai kendaraan listrik dunia tersebut yaitu Amerika Serikat, Eropa, dan China.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho.

Toto menjelaskan, kebutuhan baterai untuk kendaraan listrik dunia bakal mencapai 5.300 GWh pada 2035 dan didominasi oleh kebutuhan dari kendaraan listrik roda empat. Sementara, kebutuhan baterai kendaraan listrik sebagian besar berasal dari 3 area yakni Amerika Serikat, Eropa dan Asia.

Oleh karena itu, dia mengatakan pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemitraan dalam rangka menggenjot ekosistem baterai di Indonesia. Menurutnya, kemitraan ini sangat penting untuk merealisasikan proyek baterai.

"Kita lihat partner sangat penting karena dari segi aspek teknologi, permodalan dan aspek pasar baterai masih dikuasai 3 kubu Amerika, Eropa dan China," ungkap Toto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (12/4/2023).

Namun demikian, menurut Toto, Indonesia ditargetkan dapat menjadi EV Battery Production Hub di kawasan Asia Tenggara. Apalagi, Indonesia mempunyai bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan baterai kendaraan listrik, terutama nikel.

"Kita itu ditargetkan, Indonesia sebagai hub production untuk EV battery karena di ASEAN sendiri yang memiliki aset paling besar untuk materi terkait hanya Indonesia dan kita punya peluang jadi eksportir hub ke ASEAN region," ujarnya.

Seperti diketahui, pemerintah terus berupaya menggenjot ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia. Pasalnya, peralihan ke kendaraan listrik berpotensi menekan besaran kompensasi BBM bersubsidi hingga US$ 5 miliar atau Rp 74,25 triliun (asumsi kurs Rp 14.850 per US$) per tahun pada 2035.

Toto menyebut, tren penggunaan kendaraan listrik di Indonesia diprediksi akan meningkat secara signifikan. Bahkan produksi kendaraan listrik untuk roda dua pada 2030 diperkirakan bakal tembus 9 juta unit, sementara untuk roda empat hampir mencapai 600 ribu unit.

Menurut Toto, potensi pengurangan konsumsi BBM yang semula berasal dari impor bisa digantikan dengan listrik yang dihasilkan dari pembangkit domestik. Adapun potensi pengurangan impor BBM pada tahun 2023 diproyeksi bisa mencapai 23 juta barel per hari.

"Potensi kita di 2035 bisa mengurangi impor hampir 23 juta barel per tahun. Mungkin US$ 4-5 miliar per tahun," ujarnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Diramal Bisa Pasok 50% Baterai EV Dunia!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular