
Ngenes! Daftar Provinsi Tajir, Tapi Penduduknya Timpang

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa mengungkapkan sejumlah provinsi yang masuk kategori upper middle income (berpendapatan tinggi menengah).
Provinsi tersebut yaitu Kalimantan Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Sumatera Utara. Sejumlah provinsi ini, menurut Suharso, merupakan provinsi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita pada 2022 di atas US$ 4.200.
Suharso mengatakan, provinsi yang masuk dalam kategori berpendapatan tinggi menengah adalah resourced-based provinces yakni provinsi penghasil batu bara dan Crude Palm Oil (CPO). Itu artinya, pendapatannya banyak berasal dari dua komoditas tersebut.
Namun demikian, anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu meminta pemerintah tidak hanya memperhatikan PDRB per kapita saja, karena lebih dari itu jumlah tersebut harus dapat menjamin kesejahteraan masyarakat di sana.
"Ketimpangan PDRB per kapita antar provinsi, ternyata PDRB untuk provinsi yang punya batu bara dan CPO itu lebih baik, tapi saya kira itu provinsinya, Pak Menteri, kalau rakyatnya belum tentu pak," kritiknya dalam rapat kerja Kementerian PPN dengan Komisi XI DPR RI Rabu, (5/4/2023).
"Tadinya saya mau lihat jangan-jangan ini terjadi paradoksal gitu pak, PDRB daerah itu bagus tapi angka kemiskinannya juga tinggi, bukan begitu Pak Menteri ya? Nah ini makin berat lagi. Yang kategori upper middle ini penghasil CPO dan batubara tinggi, tapi disitu rakyatnya paling banyak miskin juga," sesalnya.
Oleh karena itu, dia meminta agar pemerintah tidak hanya berfokus pada penggunaan indikator-indikator angka dan rasio namun lebih menitikberatkan pada kondisi masyarakat secara nyata. Dia mendorong pemerataan pendapatan tersebut sehingga kekayaan daerah bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat dan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Merespon hal tersebut, Suharso membenarkan bahwa tingkat ketimpangan di daerah masih tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya daerah yang memiliki tingkat ekonomi cukup tinggi namun kesejahteraan masyarakatnya belum meningkat signifikan.
"Di daerah-daerah itu memang indeks Gininya (tingkat ketimpangan) masih buruk, kira-kira sekitar 0,5 jadi memang itu problem-nya, jadi misalnya kita ke Morowali ledakannya luar biasa kabupatennya, tapi kan masyarakat di sana belum," ujarnya.
Menurutnya, provinsi dengan pendapatan menengah sudah memiliki modal untuk mendongkrak kesejahteraan masyarakat di sana, tinggal bagaimana pembagian dan pemerataan ekonomi di sana menjadi perhatian pemerintah daerah.
"Itu memang gapnya jauh itu harus diisi secara bertahap nggak bisa sekaligus, tetapi setidaknya sudah ada potensi angka (PDRB per kapita) sebesar itu tinggal sekarang cara membaginya, dan pada waktu membaginya itu diikuti dengan membuka kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya yang menyertainya sehingga membuka pemerataan menjadi lebih luas," jelasnya.
Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah membuka sumber ekonomi baru sehingga daerah tersebut tidak hanya memiliki satu komoditas yang menyebabkan hanya dikelola oleh pihak tertentu saja. Dengan mendorong perluasan komoditas maka hal tersebut dapat membuka lapangan pekerjaan baru sehingga mampu mendorong pemerataan ekonomi di daerah.
"Jangan dia (provinsi) menjadi single commodity, tapi dia bisa tingkatkan kemajemukannya, kompleksitasnya kita perluas. Jadi misal bikin satu produk karena orang yang ngerti cuma beberapa tapi produk itu bisa dibuat turunannya, berikutnya, dan seterusnya, dengan demikian dapat membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas," pungkasnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonom Peringatkan Ancaman Pelemahan Daya Beli Warga Miskin!