Gawat! Ekspor Tembaga Freeport Disetop, Rp 120 T Bisa Lenyap

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
Senin, 03/04/2023 14:55 WIB
Foto: Chairman of the Board and Chief Executive Officer Freeport-McMoran, Richard C. Adkerson di acara Orasi Ilmiah Transformasi Ekonomi Melalui Hilirisasi dengan Kearifan Lokal yang di selenggarakan oleh Kementerian Investasi/BKPM dan PT Freeport Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan PT Freeport Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan US$ 8 miliar atau sekitar Rp 120 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$) per tahun bila ekspor konsentrat tembaga disetop.

Arifin menyebut, potensi kehilangan pendapatan tersebut dengan asumsi harga tembaga sebesar US$ 4,5 per pon.

"Cukup besar ya (potential loss), hitung saja kalau harganya US$ 4,5 per pon tembaga, itu revenue-nya setahun bisa US$ 8 miliar," ungkapnya saat ditanya potensi kehilangan pendapatan bila ekspor konsentrat tembaga dilarang mulai Juni 2023 mendatang, kepada wartawan di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (03/04/2023).


Dia mengatakan, besarnya potensi kehilangan pendapatan tersebut menjadi salah satu yang dipertimbangkan pemerintah terkait rencana kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah mulai Juni 2023, sesuai amanat Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

Ditambah lagi, lanjutnya, saat ini progres pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga Freeport di Kawasan Ekonomi Khusus Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur, telah mencapai 60% hingga kuartal I 2023 ini.

Arifin menyebut, Freeport telah mengeluarkan dana hampir US$ 2 miliar untuk pembangunan smelter single line terbesar di dunia dengan kapasitas olahan 1,7 juta konsentrat tembaga per tahun ini.

"Memang kalau izin ekspor itu kan tergantung dari progres pembangunan smelternya. Smelternya sekarang berdasarkan laporan per Q1 2023 itu sudah kurang lebih 60%, jadi mengeluarkan dana hampir 2 miliar dolar, jadi progres cukup bagus," ungkapnya.

Tak hanya itu, mayoritas saham PT Freeport Indonesia kini juga telah dikuasai Indonesia melalui MIND ID, yakni telah mencapai 51%. Bila ekspor dihentikan dan Freeport berpotensi kehilangan pendapatan sebesar itu, artinya Indonesia juga akan terdampak dan kehilangan pendapatan.

Oleh karena itu, menurutnya pemerintah kini tengah mencermati dampak dari rencana kebijakan larangan ekspor tembaga ini.

"Nah cuma kalau larangan ekspor diberlakukan, ini kan saham pemerintah mayoritas ya 51%, belum lagi ada pendapatan lainnya yang harus kita cermati," ucapnya.

"Kalau misal dilarang ya loss-nya banyak, karena kita 51% (pemegang saham Freeport) dan kemudian ada lagi pendapatan pendapatan yang berbentuk pajak oleh pemerintah," lanjutnya.

Untuk itu, menurutnya, pemerintah masih membahas terkait dampak untung rugi dari kebijakan ini, termasuk dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Nah ini kita akan bahas lebih lanjut," ucapnya saat ditanya apakah kemungkinan akan ada relaksasi ekspor konsentrat tembaga untuk Freeport.

Sebelumnya, dukungan kepada Freeport juga sudah diungkapkan DPR RI.

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menegaskan bahwa pihaknya akan membantu mencari solusi dari belum rampungnya smelter tembaga milik Freeport, namun juga ada kemungkinan relaksasi izin ekspor tembaga setelah Juni 2023 mendatang.

"Ya mau tidak mau, mungkin akan ada relaksasi lah perihal larangan ekspor (konsentrat tembaga Freeport)," ujar Sugeng saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Selasa (28/3/2023).

Dia menjelaskan, pihaknya mendorong PT Freeport Indonesia untuk mendapatkan relaksasi ekspor bukan tanpa alasan. Sugeng menyebutkan, Smelter yang saat ini dibangun oleh PTFI memang terganjal force majeure atau keadaan yang memaksa, dalam hal ini pandemi Covid-19 membuat pembangunan smelter itu tertunda.

"Karena faktanya kan semua progres ya, Freeport bukan artinya tidak membangun (smelter), dia membangun kok. Tapi karena ada force majeure karena Covid dan sebagainya, jadinya tertunda lagi," tegas Sugeng.

"Relaksasi itu maksudnya diperbolehkan ekspor. Mau mundur 1 tahun misalnya, sebagaimana cut off date mestinya, karena juga ada force majeure," tambahnya.

Seperti diketahui, proyek smelter senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 45 triliun yang sedang dibangun JIIPE Gresik itu akan mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun menjadi 600 ribu ton katoda tembaga per tahunnya.

Selain tembaga, smelter ini juga akan menghasilkan emas sebesar 35-50 ton per tahun dan 100-150 ton perak per tahunnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Ingatkan Indonesia Jangan Kena Kutukan Sumber Daya Alam