
RI Butuh Rp4.002 T Kurangi CO2, Duitnya Ada Bu Sri Mulyani?

Bali, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kebutuhan pendanaan untuk mengurangi emisi karbon hingga 2030 di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 4.002 triliun.
Perkiraan anggaran pengurangan emisi karbon hingga 2030 tersebut lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang mencapai Rp 4.520 triliun.
Seperti diketahui, dalam target nationally determine contribution (NDC) perjanjian Paris Agreement, Indonesia mengupayakan untuk menurunkan emisi sebesar 31,89% dengan usaha sendiri dan 42% dengan dukungan internasional.
"Total dana yang dibutuhkan untuk mencapai NDC kita adalah sekitar Rp 4.002 triliun. Dalam dolar AS adalah US$ 281 miliar hingga tahun 2030," ujarnya dalam Southeast Asia Development Symposium (SEADS) 2023 di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Kamis (30/3/2023).
Dengan kebutuhan sebesar itu untuk mencapai NDC di Indonesia, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saja.
Sri Mulyani bilang, hingga tahun 2021, pemerintah hanya sanggup untuk mendanai NDC mencapai Rp 313 triliun atau hanya 8% dari total kebutuhan investasi.
Oleh karena itu, para pemangku kepentingan harus merancang kebijakan dan kerangka regulasi yang tepat, serta menciptakan iklim investasi yang kondusif agar dapat menarik lebih banyak lagi partisipasi swasta, baik dari dalam maupun luar negeri.
Demi menarik investor untuk mau berinvestasi dalam mendukung cita-cita Indonesia mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat, pemerintah menyiapkan sejumlah insentif fiskal dan inovasi pembiayaan agar dapat menjembatani keterbatasan dan menciptakan dana katalis untuk investasi proyek dan industri hijau.
"Insentif tersebut termasuk tax holiday, tax allowance, fasilitas PPN, dan bahkan pajak properti," jelas Sri Mulyani.
Adapun, Indonesia juga menggunakan instrumen pembiayaan, seperti menerbitkan green sukuk dan SDG Bonds di tingkat global dan domestik. Diharapkan dengan adanya obligasi SDG dan obligasi sukuk hijau ini dapat mengurangi 10,6 juta emisi CO2.
Sri Mulyani menyebut, dari sisi legislasi, komitmen transisi energi perlu didukung oleh kerangka peraturan yang konsisten. Oleh karenanya, Indonesia mengeluarkan kerangka peraturan tentang penetapan harga karbon dan juga undang-undang yang memperkenalkan pajak karbon.
Kebijakan tersebut akan menggunakan instrumen perdagangan dan non perdagangan karbon termasuk pajak karbon, untuk menginternalisasi biaya eksternal dari emisi gas rumah kaca di bawah prinsip pencemar membayar.
(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Ancaman Lebih Ngeri dari Covid, Jokowi Akui RI Sudah Kena
