Satgas BLBI Kelar 31 Desember 2023, Diperpanjang Pak Jokowi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Masa kerja Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) akan habis pada akhir tahun ini. Namun, masih banyak hak negara yang belum kembali sesuai yang ditargetkan pada saat pembentukannya oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 6 Tahun 2021, satgas yang telah dibentuk dan bertugas sejak keppres itu ditetapkan masa tugasnya hanya akan sampai 31 Desember 2023. Lantas, dengan masih banyaknya piutang yang belum tertagih apakah masa tugasnya diperpanjang?
Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengaku belum dapat memberikan pernyataan apapun terkait perlu tidaknya satgas itu diperpanjang masa tugasnya. Namun, ia berpendapat satgas ini sangat efektif menagih piutang para obligor dan debitur yang menikmati dana BLBI pada 1997-1998 silam.
"Saya belum bisa komen, tetapi menurut saya satgas ini luar biasa membantu Kemenkeu menagih obligor dan debitur, itu yang bisa sampaikan," kata Rionald saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/3/2023)
Ia mengatakan, satgas ini sangat penting karena melibatkan multipihak, termasuk unsur aparat keamanan. Selain itu, dia mengatakan, melalui satgas ini kementerian lembaga lain yang terlibat dalam pengurusan layanan aset dan perizinan bisa terlibat aktif, seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN).
"Kalau dulu kita minta blokir hanya 30 hari, kalau sekarang ATR/BPN itu kalau terkait BLBI sampai kita bilang ini bisa dicabut, baru dicabut blokirnya," ujar Rionald.
Pemblokiran terhadap sertifikat tanah itu ataupun untuk layanan administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2022 yang dapat diblokir terhadap pemilik piutang ke negara menurutnya sangat membantu ketika dijalankan oleh Satgas BLBI.
Mulai dari mencegah pelarian ke luar negeri melalui Sistem Layanan Informasi Keimigrasian, hingga pemblokiran saham-saham perusahaan para obligor atau debitur BLBI yang tidak efektif melalui layanan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM RI.
Kendati begitu, Rionald mengakui satgas ini sepenuhnya pembentukan pemerintah, sehingga menjadi hak pemerintah untuk diperpanjang atau tidak. Karena itu, dia mengaku akan berbicara terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan selaku Dewan Pengarah Satgas BLBI.
Satgas BLBI hingga 25 Maret 2023 baru bisa mengumpulkan hak negara senilai Rp 28,53 triliun, sedangkan targetnya Rp 110 triliun hingga akhir 2023. Artinya, selama tiga tahun beroperasi Satgas BLBI baru bisa merealisasikan 25,83% penagihan hak negara dari para obligor atau debitur BLBI.
Pemisahan DJKN
Salah satu wacana menarik mengemuka saat Rionald mengikuti rapat dengan Komisi XI DPR RI hari ini. Salah satu wakil rakyat mengusulkan supaya DJKN dipisahkan dari Kementerian Keuangan. Ini karena pengelolaan aset-aset negara hingga saat ini dianggap tidak memberi kemakmuran bagi masyarakat, namun hanya mencari keuntungan untuk pendapatan negara.
Sang wakil rakyat, Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar Agun Gunandjar Sudarsa pun mempertanyakan apakah DJKN memiliki data konkret dan detail terkait aset-aset negara. Baik dalam cakupan sebaran maupun bentuknya yang bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kemakmuran masyarakat.
Selain meminta data, Agun juga menagih rencana kerja dan kebijakan DJKN untuk memanfaatkan segala aset tersebut untuk memakmurkan masyarakat. Menurutnya selama ini DJKN belum bisa sampai pada arah kebijakan itu karena masih fokus pada optimalisasi penerimaan negara dari aset-aset yang telah dimiliki pemerintah.
"Karena berada dalam rumahnya Kementerian Keuangan, berpikirnya pendapatan dan pengeluaran saja. Dalam konteks itu menurut hemat saya DJKN itu tidak harus di situ," kata Agun.
Selain itu, Agun berpendapat, seharusnya DJKN juga bisa turut mengurusi Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) supaya aset-aset atau barang milik negara yang ada saat ini totalnya senilai Rp 12.271,56 triliun hingga akhir 2022 dapat memiliki nilai yang optimal ketika hendak dikerjasamakan dengan pihak lain.
"Jadi DJKN ini menurut saya memang sebetulnya harus dikeluarkan dari Kementerian Keuangan. Ngapain dia ditaruh di situ, jadi lembaga badan tersendiri yang menjaga ke-Indonesia-an sebagai sebuah negara agraris," tutur Agun.
Pemisahan ini, menurut dia, juga bisa menjadi salah satu unsur reformasi birokrasi di Kemenkeu. Sebab, ia berpendapat reformasi birokrasi di Kemenkeu terbukti tidak efektif karena hanya fokus pada aspek peningkatan remunerasi.
"Kan diterjemahkannya dengan remunerasi pak. Padahal yang namanya reformasi birokrasi itu reformasi kelembagaan. Bagaimana membuat organisasi negara ini semakin slim, tapi kaya fungsi, ini yang ada reformasi remunerasi," tutur Agun.
"Udah gitu orang pajak makin kaya, karena remunerasinya enggak ada yang mengalahkan. Semua, dirjen anggaran saja kalah pak, bapak juga kalah pak remunerasinya dengan DJP, ya kan? Bagaimana kita menciptakan keadilan? apa bapak tidak lebih penting dari DJP," ungkapnya.
Merespons pernyataan Agun, Rionald tidak secara spesifik menyinggung soal usulan pemisahan direktorat jenderal yang ia bawahi itu. Rionald hanya menegaskan bahwa DJKN memang tugas dan fungsinya terkait pengelolaan barang milik negara, sedangkan, yang mengurus RUTR adalah instansi lain.
"Untuk Pak Agun, jadi memang mohon izin pak kami DJKN tusi kami terkait BMN, terkait RUTR itu ada instansi sendiri pak, tapi memang kami memastikan bahwa apa yang jadi miliki negara kita pertahankan," tuturnya.
Selain itu, Rionald juga merespons terkait permintaan data konkret dan detail sebaran maupun bentuk aset-aset negara.
"Mengenai adakah data di BMN dari Sabang sampai Merauke nanti kami siapkan dan kami kirim ke bapak," tegasnya.
[Gambas:Video CNBC]
Tak Laku-laku! Gimana Aset Tommy Soeharto di Tangan Menkeu?
(miq/miq)