'Banyak Orang Beranggapan Penyelesaian Konflik Urusan Lelaki'
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi mengungkapkan berbagai keunggulan perempuan dalam negosiasi dan mediasi konflik. Ia membantah pendapat bahwa perempuan lemah dan tidak cocok dalam penyelesaian konflik.
Ini karena sejarah menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan negosiasi dan mediasi meningkat hingga 30% jika melibatkan perempuan. Bahkan hasil kesepakatan tersebut dapat bertahan lebih lama jika perempuan terlibat dalam proses negosiasi dan mediasi tersebut.
"Di dalam negosiasi dan mediasi, sejarah membuktikan negosiasi dan mediasi di mana perempuan terlibat di dalamnya, tingkat kesuksesannya hampir 30% lebih besar dan lebih sustainable (berkelanjutan) jika perempuan terlibat di dalamnya," terang Retno dalam acara Top Women Fest CNBC Indonesia di Jakarta, Sabtu (25/3/2023).
"Dan kita bisa membuktikan juga bahwa kita bisa masuk ke pekerjaan-pekerjaan yang dianggap ini adalah dunia laki-laki," lanjutnya.
Selama ini, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa proses penyelesaian konflik adalah urusan laki-laki sehingga perempuan jarang sekali berada di meja negosiasi dan mediasi. Padahal, dalam banyak konflik, bahkan konflik bersenjata, peran perempuan nyatanya bisa mendorong tercapainya kesepakatan perdamaian itu sendiri.
Melansir dari website resmi Kementerian Luar Negeri, dikutip Sabtu (25/3/2023), di banyak negara berkonflik yang mana terdapat misi penjaga perdamaian di sana, kekerasan berbasis gender (Gender Based Violence / GBV) dan kekerasan seksual terkait konflik (Conflict Related Sexual Violence / CRSV) terjadi dalam angka yang mengkhawatirkan.
Dalam situasi konflik, mirisnya, perempuan dan anak-anak menjadi korban terbanyak. Misalnya, perempuan yang dianggap sebagai anggota keluarga kombatan sering menjadi sasaran kekerasan dan pelecehan dalam komunitas mereka. Hal ini tentu memengaruhi kemampuan mereka untuk bergerak bebas dan memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
Ironinya, di daerah-daerah di mana warga sipil yang terkena dampak konflik menerima bantuan kemanusiaan, perempuan dan anak perempuan dipaksa untuk memberikan imbalan seksual dan suap untuk menerima bagian dari bantuan kemanusiaan tersebut.
Oleh karena itu, peran penjaga perdamaian perempuan menjadi sangat krusial untuk mengatasi masalah-masalah terkait GBV dan CRSV di daerah konflik. Rasa empati yang dimiliki perempuan, membuat mereka lebih peka terhadap situasi lingkungan dan budaya setempat sehingga meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap keberadaan penjaga perdamaian perempuan.
"Dan oleh karena itu bayar hutang saya untuk dunia diplomasi, beberapa tahun yang lalu saya mendirikan yang dinamakan Southeast Asian Network of Women Peace Negotiators and Mediators (SEANWPNM)," ceritanya.
Southeast Asian Network of Women Peace Negotiators and Mediators (SEANWPNM). SEANWPNM adalah jejaring negosiator dan mediator wanita di Asia Tenggara yang pembentukannya diprakarsai oleh Indonesia sejak tahun 2019, sebagai langkah penting dalam meningkatkan peran perempuan di bidang perdamaian.
Retno mengatakan melalui jaringan tersebut perempuan-perempuan dididik untuk menjadi negosiator dan mediator. Bahkan, cakupannya tidak hanya untuk perempuan Indonesia, namun se-Asia Tenggara yang juga dihubungkan dengan negosiator dan mediator di kawasan lainnya.
Lebih lanjut Retno mengatakan, kehadiran perempuan dalam pengambilan keputusan juga sama pentingnya. Karena ketika bicara isu terkait perempuan, perempuan dianggap lebih bisa menyampaikan apa yang mereka rasakan, dan keputusan apa yang terbaik bagi perempuan. Untuk itu, ia mendorong agar perempuan selalu dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan.
"Saya kira di dalam pengambilan keputusan misalnya mengenai isu perempuan, bagaimana kita bicara isu perempuan kalau di sana tidak ada perempuan sebagai decision maker, jadi sekali lagi kita dikaruniai empati, dan empati itu akan sangat berkontribusi dalam pembuat keputusan yang lebih baik terutama untuk kaum perempuan," jelasnya.
Seperti yang selama ini disuarakan Indonesia, peran perempuan dalam perdamaian dan pengambil keputusan perlu terus disuarakan. Untuk itu Retno mengatakan bahwa berinvestasi pada perempuan tidak akan ada ruginya karena kontribusi perempuan akan sangat bermakna dalam perdamaian.
(miq/miq)