Buruh Geruduk Kantor Menaker, Minta Aturan Baru Ini Dicabut
Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan buruh melakukan aksi unjuk rasa menolak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 dan UU Cipta Kerja. Mereka protes karena pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengizinkan pemotongan upah industri padat karya orientasi ekspor hingga 25%.
"Buruh menolak keras Permenaker No 5 Tahun 2023 dan akan melakukan perlawanan yang sekuat-kuatnya terhadap Pemenaker," tegas Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat melakukan orasi di Kantor Kemnaker Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Menurut Said Iqbal, tidak pernah dalam sejarah Republik, upah itu dipotong terhadap para pekerja. Baru kali pertama ini, seorang Menaker melakukan pemotongan upah tanpa dasar hukum.
Menurut Said Iqbal, setidaknya ada 4 empat alasan, mengapa buruh menolak Permenaker No 5 Tahun 2023. Pertama, Menaker telah melawan Presiden. Partai Buruh dan organisasi serikat buruh berkeyakinan, Menaker tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan Presiden ketika mengeluarkan Permenaker No 5 Tahun 2023.
"Presiden sudah menandatangai Perppu No 2 tahun 2022, yang tidak mengatur dibolehkannya menurunkan upah buruh," ujarnya.
Walaupun buruh menolak Perppu, tetapi dalam Perppu jelas diatur, dalam pasal tentang upah minimum dikatakan tidak boleh pengusaha membayar upah buruh di bawah upah minimum.
"Sikap Menteri yang melawan Presiden berbahaya dan ini terjadi untuk yang kesekian kalinya. Menaker dan jajarannya benar-benar tidak memahami dunia ketenagakerjaan, tidak mengerti hukum," ujarnya.
Alasan kedua ialah menurunkan daya beli. Di tengah kesulitan ekonomi, Partai Buruh setuju industri padat karya disebut mengalami kesulitan. Tetapi kalau kebijakannya memotong upah, jadi dobel. Pengusaha sulit, buruh juga sulit. Kalau daya beli turun, buruh tidak bisa membeli barang yang dioroiduksi pengusaha, justru akan menghantam lebih banyak
"Kalau upahnya murah daya beli turu, daya beli turun konsumsi berkurang, kalau konsumsi berkurang pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai," sebutnya.
Alasan ketiga ialah terjadi diskriminasi upah karena di dalam UU Perburuhan dan Konvensi ILO No 133, tidak boleh ada diskriminasi upah. Kalau ada perusahaan padat karya orientasi ekpsor dan ada yang tidak ekspor, sehingga menimbulkan diskriminasi
Ini jelas akan merugikan perusahaan orientasi dalam negeri. Karena harus tetap membayar upah buruh secara penuh, dan saat yang sama buruh di perusahaan orientasi ekspor upahnya hanya 75%. Akibatnya produk perusahaan orientasi pasar dalam negeri tidak laku, karena ada penurunan daya beli.
Keempat, Perusahaan Padat Karya Sudah Mendapatkan Beragam Konpensasi Menurutnya, industri padat karya orientasi ekspor akan tetap untung sekalipun oder produksinya berkurang. Karena perusahaan orientasi ekspor tukang jahit, di mana setiap pcs produknya sudah dihitung keuntungannya.
Di samping itu, perusahaan sudah menerima tax holiday, menerima keringanan bunga bank, tax amnesty, dan berbagai kemudahan yang lain. Sudah mendapat beragam kemudahan, sekarang upah buruh pun dipotong.
"Sebenarnya Menteri ini HRD nya perusahaan atau Menterinya pemerintah, itu seperti Manager Personalia perusahaan," sindir Said Iqbal.
Seharusnya Pemerintah memberi keringanan insentif bagi perusahaan padat karya maupun padat modal yang mengalami kesulitan. Bukan potong sana potong sini seperti HRD, yang memotong upah ketika buruh tidak masuk dan telat datang ke perusahaan.
Terkait dengan telah disahkannya omnibus law Cipta Kerja, Said Iqbal mengaku kecewa dengan sikap DPR RI yang mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-undang. Sikap ini, menurutnya, menandakan bahwa DPR tidak lagi mewakili aspirasi rakyat.
Oleh karena itu, pihaknya menyerukan kepada kaum buruh dan elemen masyarakat lain untuk tidak memilih partai politik yang setuju dengan pengesahan UU Cipta Kerja dalam pemilu mendatang.
Di samping itu, pihaknya mempersiapkan mogok nasional stop produksi dalam waktu dekat untuk melakukan perlawanan terhadap UU Cipta Kerja.
(fys/wur)