Putin Temui Xi Jinping di Rusia, Apa Artinya bagi AS?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kedatangan Presiden China Xi Jinping ke Moskow dan bertemu dengan Pemimpin Rusia Vladimir Putin dengan tujuan perdamaian untuk akhiri perang di Ukraina rupanya membuat dunia waspada, khususnya Amerika Serikat (AS).
Pertemuan antara dua sekutu itu menjadi pengingat jika China dapat menjadi perantara kekuatan global dan AS dalam bahaya karena kehilangan tempatnya sebagai pemimpin tak terbantahkan dalam diplomasi internasional.
"China memiliki kepentingan untuk menunjukkan bahwa Amerika Serikat bukan satu-satunya permainan pada bagian ini," kata Thomas Graham, mantan penasihat senior Rusia di Dewan Keamanan Nasional dan pendiri Proyek Studi Rusia di Yale, dikutip dari Newsweek, Selasa (21/3/2023).
"Dan untuk Moskow, simbolisme kunjungan itu sangat penting bagi Putin," tambahnya.
Putin mengubah dirinya menjadi 'paria' di panggung dunia setelah menginvasi Ukraina. Perang pun telah menewaskan ribuan orang dan menelantarkan jutaan orang Ukraina.
Pekan lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) bahkan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Putin atas dugaan kejahatan perang.
Kunjungan Xi tak hanya menggarisbawahi hubungan yang makin dekat antara Moskow dan Beijing, tetapi juga dampak diplomatik atas rencana perdamaian China.
Beijing merilis proposal perdamaian 12 poinnya bulan lalu, pada peringatan pertama invasi Rusia ke Ukraina. China menyerukan untuk menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah kedua negara, tetapi tidak memasukkan proposal khusus tentang cara meredakan konflik.
"Tidak ada yang konkret dalam rencana yang akan memberikan dasar negosiasi yang serius untuk mengakhiri perang," kata Graham.
Ukraina sendiri telah menolak untuk bernegosiasi selama Rusia mempertahankan kendali atas beberapa bagian negara itu.
Di Washington, juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby menyatakan keprihatinannya bahwa China akan menggunakan kunjungan Xi untuk mendorong gencatan senjata di Ukraina, yang akan memungkinkan Rusia untuk mengkonsolidasikan keuntungan teritorialnya.
Kirby mencatat bahwa China tidak mengutuk invasi Rusia ke Ukraina atau berpartisipasi dalam sanksi ekonomi terhadap Moskow yang diberlakukan oleh AS dan sekutunya. Ini secara tidak langsung menyejajarkan Beijing dan Moskow dengan Barat.
"Kedua negara ini makin dekat. Mereka berdua adalah negara yang marah dan marah pada kepemimpinan AS," kata Kirby kepada wartawan di Gedung Putih. "Aliansi informal telah berkembang karena China telah mencoba untuk memperluas pengaruh mereka di seluruh dunia."
Pertemuan antara Xi dan Putin terjadi setelah pejabat pemerintahan Biden khawatir bahwa China sedang mempertimbangkan mengirim senjata ke Rusia. Baik Rusia maupun Ukraina, yang bergantung pada bantuan militer Barat, menghadapi kekurangan beberapa senjata termasuk artileri dan amunisi lainnya.
Kunjungan Xi ke Moskow juga terjadi setelah perjanjian diplomatik utama Timur Tengah antara Arab Saudi dan Iran yang ditengahi oleh China.
(luc/luc)