Hilirisasi Jadi 'Modal' Penguatan Rupiah, Efektifkah?

Zevanya Aprilia, CNBC Indonesia
10 March 2023 16:20
Diskusi bersama Direktur Ashmore Asset Management Indonesia Steven Satya Yudha, Presiden Komesaris BNI Asset Management Eko Priyo Pratomo dan Senior Ekonomi Indef Aviliani, dalam BNI Emerald Market Outlook dengan tema
Foto: Diskusi bersama Direktur Ashmore Asset Management Indonesia Steven Satya Yudha, Presiden Komesaris BNI Asset Management Eko Priyo Pratomo dan Senior Ekonomi Indef Aviliani, dalam BNI Emerald Market Outlook dengan tema "Optimizing Financial Opportunities As Epicentrum of Growth" pada Kamis (9/3/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengungkapkan kebijakan hilirisasi komoditas yang tengah digenjot pemerintah berdampak positif pada semua bidang, termasuk penguatan rupiah. Hilirisasi disebut dapat mengurangi ketergantungan terhadap aliran masuk modal asing.

"Hilirisasi ini sebenarnya adalah salah satu kompensasi supaya nilai tambah kita makin besar, sehingga ketergantungan terhadap capital inflow kita yang sifatnya short term itu bisa diminimalisir," ujar perempuan yang akrab disapa Avi pada BNI Emerald Market Outlook di Hotel Kempinski, Kamis (9/3/2023).

Program hilirisasi terutama tambang dan mineral, tengah digencarkan pemerintah untuk peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, Indonesia dinilai sudah lama bergantung pada komoditas mentah yang kurang memiliki nilai tambah.

Bersamaan dengan aturan terbaru devisa hasil ekspor (DHE), nantinya diharapkan ada penguatan. Dia mengatakan kebijakan hilirisasi bisa mendatangkan investasi karena adanya kenaikan demand dan produksi.

"Sehingga modal kerja masih dibutuhkan investasi dibutuhkan karena demand kita mulai naik. Jadi kalau demand naik otomatis investasi juga meningkat signifikan," ujarnya.

Selain upaya menjaga nilai tukar rupiah,Aviliani pun masih opti mistis dengan industri perbankan tanah air.  Dia memproyeksikan sektor perbankan diperkirakan akan mampu tumbuh double digit tahun ini. Proyeksi ini menurutnya sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) 2023 dengan target pertumbuhan kisaran 9-10%.

Faktor pendukung lainnya, yakni menurunnya angka restrukturisasi dan peningkatan kemampuan membayar debitur. Aviliani mengatakan, meski ada perpanjangan kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit, namun nilai justru terus turun.

Dia menyebutkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan restrukturisasi kredit saat ini telah berkurang dari Rp 800 triliun menjadi kisaran Rp 400 triliun.

"Itu berarti banyak orang mulai bisa bayar utang kan. Itu hal yang bagus, berarti bukan perusahaannya jatuh tetapi justru bisa bayar utang," ujar Aviliani.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cerita Jokowi, Penyebab RI Ketiban Durian Runtuh Rp 360 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular