
Air Products Mundur dari Proyek DME RI, ESDM Ungkap Alasannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat (AS), Air Products and Chemicals Inc, memutuskan mundur dari proyek hilirisasi batu bara di Indonesia.
Tak hanya mundur dari proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Air Products juga memutuskan mundur dari proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol di Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Untuk proyek DME di Tanjung Enim, Air Products bekerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina (Persero). Sementara untuk proyek metanol di Kutai Timur, perusahaan AS ini bekerja sama dengan PT Bakrie Capital Indonesia Group dan PT Ithaca Resources yang membentuk konsorsium bernama PT Air Products East Kalimantan (PT APEK).
Lantas, apa yang menyebabkan Air Products mundur dari kedua proyek hilirisasi batu bara RI ini?
Plh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Idris Sihite mengungkapkan, mundurnya Air Products dari proyek gasifikasi batu bara di RI karena belum disepakatinya skema bisnis dan juga aspek keekonomian antara perusahaan AS dengan konsorsium perusahaan Indonesia.
"Yang terjadi antara PTBA dan Air Products itu skema bisnis yang mungkin belum ketemu aspek keekonomian dan sebagainya," ungkapnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (09/03/2023).
Perlu diketahui, berdasarkan data yang pernah dipaparkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2022 lalu, harga batu bara dan harga DME menjadi isu yang menjadi perhatian dalam proyek gasifikasi batu bara ini.
Berdasarkan pertemuan tiga menteri, yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri ESDM, dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), diusulkan harga DME ex-factory sebesar US$ 378 per ton. Harga DME ditetapkan bersifat Fixed Price, tidak ada eskalasi harga batu bara dan Process Service Fee (PSF).
Untuk mendukung proyek ini, sejumlah insentif dan regulasi dibutuhkan, antara lain pengurangan tarif royalti batu bara secara khusus untuk gasifikasi batu bara hingga sebesar 0%, regulasi harga batu bara khusus untuk peningkatan nilai tambah (gasfikasi) yang dilaksanakan di mulut tambang, regulasi jangka waktu khusus Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara yang khusus digunakan sebagai pasokan batu bara untuk gasifikasi, diberikan masa IUP sesuai umur ekonomis industri gasifikasi batu bara.
Selain itu, perusahaan juga meminta tax holiday di mana insentif Pajak Penghasilan (PPh) Badan secara khusus sesuai umur ekonomis gasifikasi batu bara, lalu pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jasa pengolahan batu bara menjadi syngas sebesar 0%, dan pembebasan PPN EPC kandungan lokal.
Seperti diketahui, kabar mundurnya Air Products dari proyek gasifikasi batu bara RI dibenarkan oleh PTBA. Direktur Utama PTBA Arsal Ismail menjelaskan, Air Products sudah mengirimkan surat resmi kepada Pemerintah Indonesia mengenai keputusan tersebut.
Padahal, rencana kerja sama ini sudah dijajaki sejak beberapa tahun lalu, hingga pada 11 Februari 2021 telah dilakukan penandatanganan Cooperation Agreement (CA) antara Air Products dengan PTBA dan Pertamina. Lalu, pada 10 Mei 2021 juga dilanjutkan dengan penandatanganan Cooperation Agreement Amendment (CAA) dan Conditional Processing Service Agreement (CPSA).
Proyek DME ini bahkan didorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena ini bisa mengurangi ketergantungan RI terhadap impor Liquefied Petroleum Gas (LPG). Bahkan, pada saat groundbreaking proyek DME 24 Januari 2022 di Tanjung Enim, Sumatera Selatan ini, Presiden Jokowi langsung hadir dan menyaksikan awal pembangunannya.
Proyek DME di Tanjung Enim ini mulanya ditargetkan bisa menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun dan diperkirakan menyerap 6 juta ton batu bara per tahunnya.
Dengan produksi 1,4 juta ton DME per tahun, maka diperkirakan bisa menekan impor LPG sebesar 1 juta ton per tahunnya. Proyek bernilai investasi US$ 2,1 miliar ini ditargetkan bisa menghemat devisa pengadaan impor LPG hingga Rp 9,14 triliun per tahun.
Sementara terkait proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol di Kalimantan Timur, pengolahan batu bara menjadi metanol mulanya akan dilakukan oleh PT Air Products East Kalimantan (PT APEK) di Kecamatan Bengalon, Kutai Timur, Kalimantan Timur.
PT APEK merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Air Products dengan PT Bakrie Capital Indonesia Group dan PT Ithaca Resources.
PT APEK, bergerak dalam bidang usaha industri gasifikasi batu bara menjadi metanol, memiliki rencana investasi sebesar Rp 33 triliun dan target kapasitas produksi sebesar 1,8 juta ton metanol per tahun. Proyek ini ditargetkan beroperasi komersial pada kuartal IV 2024.
Proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol di Bengalon telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Dengan adanya proyek ini, diharapkan dapat mengurangi impor gas Indonesia sebesar US$ 7,6 miliar selama masa produksi dan meningkatkan perolehan devisa hingga US$ 4,7 miliar selama masa konstruksi dan produksi.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gak Cuma DME PTBA, Air Products Juga Cabut dari Proyek Bakrie
