Duh Gusti! 14 Maret, Serikat Buruh Ancam Demo Besar-besaran
Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang penolakan buruh terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2/2022 tentang Cipta Kerja masih terus berlanjut. Tiga konfederasi buruh terbesar di Indonesia yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mendesak DPR tidak mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) dalam Paripurna yang dijadwalkan digelar 14 Maret nanti.
"Langkah terbitkan Perppu-nya kami dukung. Tapi, isi Perppunya kami tolak. Karena, 1.000 persen berbeda dengan yang selama ini dikomunikasikan. Berbeda dengan yang buruh inginkan," kata Presiden KSPSI Andi Gani Nena dalam konferensi pers virtual, Kamis (9/3/2023).
Pada awal Perppu muncul, imbuh dia, seluruh konfederasi buruh sempat menyambut baik. Bahkan, katanya, pihaknya sempat bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kadin, dan Menteri Tenaga Kerja untuk membahas ini. Namun, Perppu yang keluar justru berbeda karena minim partisipasi publik.
"Kami tegas menolak. Kami akan aksi besar-besaran dan jika disahkan menjadi UU, kami akan menempuh jalur konstitusi menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK)," tegasnya.
Sementara itu, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban menambahkan hal senada. Namun, kata dia, ternyata belakangan isinya sama dengan Omnibus Law Cipta Kerja. Pemerintah perlu merevisi dan Parlemen menolak Perppu ini, jika tidak buruh kembali akan melakukan aksi unjuk rasa.
"Kami akan lakukan mobilisasi massa. Kami akan melakukan perlawanan dengan keras," katanya.
Pentolan buruh lainnya yakni Presiden KSPI Said Iqbal meyakini Perppu ini kemungkinan besar sah jadi UU. Pasalnya, Panja Baleg menyetujui Perppu ini dibawa ke sidang Paripurna namun hanya ada dua fraksi yang menolak Perppu.
"Kami akan aksi 14 Maret saat paripurna. Jika nanti disahkan, kami pikirkan kembali menggelar aksi besar dan menggugat ke MK," tegasnya
Ada sejumlah poin yang dinilai merugikan buruh dalam Perppu No 2/2022. Yaitu, menyangkut upah minimun, isu outsourcing, karyawan kontrak, isu pesangon, mekanisme PHK, pengaturan cuti, pengaturan jam kerja, tenaga kerja asing, dan dihapusnya sanksi pidana.
"Kami akan aksi, tempuh judicial review, dan terus menjalin diplomasi internasional untuk memperjuangkan hak dasar buruh," sebut Said Iqbal.
(dce)