Sstt.. Ada Kabar Air Products Mundur dari Proyek DME RI?
Jakarta, CNBC Indonesia - Proyek pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) diterpa kabar tak sedap. Isunya salah satu konsorsium di perusahaan patungan proyek itu mengundurkan diri yakni Air Products and Chemicals, Inc.
Sebagaimana diketahui, Air Products and Chemicals Inc yang merupakan perusahaan asal Amerika Serikat (AS) membentuk konsorsium bersama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan juga PT Pertamina (Persero) untuk mendirikan perusahaan patungan yang bergerak di bidang bisnis pengolahan batu bara dan produk turunan batu bara di Sumatera Selatan (Sumsel).
Kabar mundurnya Air Products dari konsorsium proyek pengganti LPG ini sudah dikonfirmasi kebeberapa sumber oleh CNBC Indonesia. Namun sayangnya, hal ini belum bisa dibeberkan secara jelas apa alasan Air Products mundur dari konsorsium tersebut.
Dikonfirmasi atas mundurnya Air Products dari konsorsium, Kepala Divisi Institutional Relations MIND ID Niko Chandra hanya mengatakan, bahwa MIND ID melalui PTBA terus fokus melakukan percepatan pengembangan bisnis dalam rangka mendorong hilirisasi batu bara dan membangun ketahanan energi nasional.
"Salah satunya, proyek gasifikasi batubara, yang merupakan project pioneer, yang membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk dukungan aspek fiskal dan non-fiskal,"
"Terkait detail progres, PTBA akan menggelar press conference kinerja tahun 2022 pada esok hari, termasuk penjelasan progres proyek-proyek pengembangan batu bara," ungkap Niko kepada CNBC Indonesia, Rabu (8/3/023).
Sementara kemarin, Selasa (7/3/2023), mendadak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengundang Menteri Investasi Bahlil Lahadalia membahas mengenai program hilirisasi batu bara.
Menteri Bahlil mengatakan bahwa Presiden Jokowi meminta agar proyek gasifikasi batu bara Dimethyl Ether (DME) di Sumatera Selatan dipercepat. Pasalnya, ini penting untuk mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) RI yang mencapai 6-7 juta ton per tahunnya.
"Kami melakukan rapat dengan Presiden, khususnya yang pertama kami membahas tentang percepatan investasi di bidang hilirisasi dalam konteks DME low calorie sebagai substitusi impor dari LPG. Dan Bapak Presiden memerintahkan kami untuk melakukan percepatan, ini adalah bagian dari mengoptimalkan batu bara low calorie untuk pergantian DME kita, karena kita tahu kita masih impor (LPG) sekitar 6 - 7 juta ton per tahun dan perlahan kita akan kurangi impor dari substitusi DME," paparnya saat ditemui di Istana Presiden, Jakarta, Selasa (07/03/2023).
Dia mengatakan, salah satu tantangan dalam proyek ini yaitu terkait perhitungan karbon yang dihasilkan dari proyek ini, termasuk rencana perdagangan karbon yang akan dilakukan di pasar bursa. "Ini masih ada perhitungan tentang karbon aja yang belum clear, jadi sebentar lagi akan selesai," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut bahwa proyek DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, diperkirakan baru akan beroperasi pada 2027 mendatang.
Proyek yang dikerjakan oleh konsorsium perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat Air Products dengan dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PTBA dan Pertamina ini ditargetkan bisa menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun dan diperkirakan menyerap 6 juta ton batu bara per tahunnya.
Dengan produksi 1,4 juta ton DME per tahun, maka diperkirakan bisa menekan impor LPG sebesar 1 juta ton per tahunnya.
Nantinya PTBA akan menjual batu bara kepada processing company, yakni Air Products. Lalu, untuk produk akhir DME akan diserap oleh Pertamina. Adapun kepemilikan saham Air Products sebesar 60%, PTBA 20% dan Pertamina 20%.
Proyek yang disaksikan langsung awal pembangunannya atau ground breaking oleh Presiden Jokowi pada 24 Januari 2022 ini bernilai investasi US$ 2,1 miliar dan bisa menghemat devisa pengadaan impor LPG hingga Rp 9,14 triliun per tahun.
(pgr/pgr)