Tak Terduga! WTO Kalahkan RI dari Uni Eropa Gara-gara Ini

Rindi Salsabilla Putri, CNBC Indonesia
Sabtu, 04/03/2023 21:10 WIB
Foto: WTO (Photo by FABRICE COFFRINI/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Organisasi Perdagangan Dunia, WTO memutuskan mendukung Uni Eropa (UE) terkait gugatan larangan ekspor bijih nikel Indonesia. Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan menjelaskan, belum matangnya industri hilir di Indonesia menjadi dasar WTO memenangkan gugatan UE.

Pemerintah dinilai tidak bisa menjelaskan alasan kebijakan ini diambil untuk mendukung industrialisasi di Indonesia.

"Fasilitas pengolahan nikel itu dikatakan belum kuat. Jadi kalau industrinya sudah kuat itu bisa katanya dilakukan larangan ekspor terhadap komoditas," ungkap Bara kepada CNBC Indonesia dikutip Sabtu (4/3/2023).


"Tetapi kita kan juga pada saat sekarang sudah ada industri yang cukup banyak untuk mengolah nikel tersebut, itu sudah kami jelaskan dan itu tidak diterima. Tapi nggak apa-apa, kan kita sudah memutuskan untuk banding," jelasnya.

Meski demikian, pemerintah telah mempersiapkan argumentasi dalam upaya banding kepada WTO melawan Uni Eropa. Salah satunya adalah memastikan bahwa industri hilir dari produk olahan nikel di dalam negeri sudah kokoh.

"Sekarang ini kita betul-betul ngebut untuk memperkuat industri, terutama yang baterai EV. Nanti diharapkan kalau panel banding terbentuk yang diperkirakan 2024 walaupun itu tidak langsung mendengarkan kasus kita karena kasus kita ini ngantri di urutan 25," ujar Bara.

"Jadi, kalau kasus kita didengar tahun 2025 akhir misalnya, itu industri kita kan sudah kuat, jadi kita cukup yakin kalau argumentasi kita bisa diterima," kata dia.

Bara pun optimistis peluang Indonesia untuk memenangkan upaya banding di WTO cukup besar seiring dengan masifnya pembangunan proyek smelter di dalam negeri. Apalagi saat ini pemerintah juga tengah menggenjot ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai.

"Nikel kan diambil dari bumi terus dikirim ke smelter kan untuk diolah. Bijih nikel itu kan bisa memproduksi besi dan bisa untuk baterai EV dua industri ini kan betul-betul kita dorong untuk bergerak lebih cepat," katanya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif sempat mengatakan bahwa pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap.

Dengan demikian, Indonesia tidak perlu mengubah aturan atau mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB).

"Keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap sehingga Pemerintah akan melakukan banding," ujar Arifin dalam Raker bersama Komisi VII, Senin (21/11/2022).

Selain itu, Arifin mengatakan bahwa pemerintah juga akan mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral (nikel) dengan mempercepat proses pembangunan smelter.

Adapun final panel report yang sudah keluar pada 17 Oktober 2022 berisi beberapa poin penegasan, yaitu:

- Memutuskan kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994

- Menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan

Final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada tanggal 30 November 2022 dan akan dimasukan ke dalam agenda DSB pada tanggal 20 Desember 2022.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: AS Desak RI Sampaikan Laporan Data Subsidi Industri Ke WTO