Bos Freeport Ungkap RI Mampu Bersaing dengan Thailand-Vietnam

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas meyakini bahwa Indonesia mampu bersaing dengan negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Terutama, dalam hal bisnis kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.
Tony menyebut, kemampuan bersaing Indonesia dengan negara tetangga di Asia Tenggara ini tak lain karena negeri ini sudah memiliki modal besar yang berlimpah, yakni kekayaan sumber daya alam, atau dalam hal ini komoditas tambang, seperti nikel, bauksit, tembaga, timah, dan lainnya.
Komoditas mineral tersebut merupakan bahan baku utama untuk membuat baterai hingga kendaraan listrik, yang tak dimiliki negara tetangga RI.
"Kami dan Kadin maupun Pemerintah bersama-sama bagaimana mengundang mereka (investor) agar mau datang ke Indonesia karena kita punya mineral, hilirisasi, dan lain-lain, dan ini harusnya bisa gayung bersambut. Bahan baku utama ada di Indonesia, ngapain datang ke Thailand dan Vietnam," ungkap Tony dalam acara Economic Outlook 2023 CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan, rencana pemerintah untuk membangun ekosistem baterai kendaraan listrik di Tanah Air merupakan tak lain untuk menggenjot hilirisasi tambang yang pada ujungnya meningkatkan nilai tambah untuk negeri ini.
Menurut Tony, peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi industri berbasis bahan tambang mineral cukup besar. Apalagi, mineral tambang yang ditujukan untuk bahan baku dasar pembuatan baterai kendaraan listrik.
Tony mencontohkan, nilai tambah bauksit menjadi barang setengah jadi seperti alumina itu sebesar 40%. Sementara bila diolah lagi dari alumina menjadi aluminium, maka nilai tambahnya meningkat menjadi 100%.
Kemudian, untuk pengolahan komoditas tembaga dari bijih menjadi konsentrat tembaga, dia menyebut nilai tambahnya telah mencapai 95%. Sementara bila diolah lagi dari konsentrat tembaga menjadi katoda tembaga, maka nilai tambahnya naik sebesar 5-7% menjadi 100%.
"Inilah produk akhir perusahaan tambang, metalnya. Ini produk yang sudah tersedia dalam negeri, nikel, aluminium, tembaga, katoda tembaga, ini yang akan diolah lebih lanjut manufacturing menjadi barang-barang yang sampai ke pengguna akhir misalnya EV battery, atau produksi EV itu sendiri," ujar Tony.
Tony menyebut hilirisasi mineral merupakan satu kesatuan dari beberapa mineral mentah atau dari beberapa tahapan-tahapan pengolahan pemurnian dan manufaktur. Adapun di pertambangan sendiri, hilirisasi mineral paling ujung adalah produksi logam.
"Jadi contoh bijih nikel jadi nikel metal itu produksi paling hilir, setelah itu dia akan dicampur mineral lainnya, kemudian jadi stainless steel, atau jadi produk lainnya sendok garpu dari nikel misalnya. Tapi kalau penambang melihatnya produk yang paling hilir adalah metalnya," kata dia.
[Gambas:Video CNBC]
Bos Freeport Pastikan Smelter Tembaga Beroperasi Mei 2024
(wia)