
Freeport Ungkap Kendala Bangun Pabrik Raksasa Saat Pandemi

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Freeport Indonesia (PTFI) tengah membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) keduanya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE Gresik, Jawa Timur.
Tak tanggung-tanggung, pabrik ini bisa mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahunnya dan merupakan pabrik tembaga single line terbesar di dunia.
Namun demikian, proses pembangunan smelter tembaga ini ternyata tak mudah, terlebih dibangun saat pandemi Covid-19 menghantam dunia sejak akhir 2019 lalu.
Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan dampak besar terhadap proses pembangunan smelter tembaga senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 45 triliun tersebut.
Proyek pembangunan smelter ini menghadapi sejumlah kendala selama pandemi, sehingga berdampak pada mundurnya target penyelesaian konstruksi proyek ini.
Tony mengatakan, seharusnya smelter tembaga itu sudah bisa memulai produksinya pada akhir 2023. Namun karena pandemi Covid-19, lanjutnya, smelter ini baru bisa beroperasi pada Mei 2024 mendatang.
"Kendala utama yang kami hadapi atau yang telah kami hadapi adalah situasi Covid yang membuat proyek ini tertunda satu tahun. Tadinya rencana akan mulai produksi akhir 2023, jadi itu tantangan utama," ungkap Tony dalam program 'Mining Zone' CNBC Indonesia, dikutip Jumat (3/3/2023).
Dia mengatakan bahwa tantangan selanjutnya yang dihadapi adalah mengatur proyek dengan jadwal yang ketat dengan baik dan benar.
Selain itu, ketersediaan lapangan kerja dan pemasok bahan baku menurutnya juga turut menjadi tantangan dalam membangun smelter tembaga kedua milik PTFI ini.
"Tantangan berikutnya adalah jadwal yang ketat. Ini kan proyek yang menghabiskan Rp 45 triliun atau sekitar US$ 3 miliar yang merupakan smelter tembaga terbesar di dunia, single line. Ini memang tantangan how to manage, bagaimana manage project ini menjadi tantangan utama. Ketersediaan lapangan kerja juga kemudian supply chain juga pemasok-pemasok ini kan harus koordinasi dengan baik," tambahnya.
Namun begitu, Tony mengungkapkan rasa syukurnya yang mana hingga akhir Januari 2023 lalu progres pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian tembaga ini sudah mencapai 54,5%. Pihaknya menargetkan akhir tahun ini proses konstruksi tuntas dan bisa dilanjutkan dengan uji coba operasi (commissioning).
Pencapaian itu bahkan dinilai lebih cepat dari target sebesar 52,9% yang telah pemerintah setujui.
Sesuai rencana, PTFI akan menyelesaikan konstruksi smelter tembaga dengan desain single-line terbesar di dunia ini pada akhir Desember 2023 dan memulai kegiatan operasionalnya pada akhir Mei 2024, hingga mencapai operasi penuh pada akhir Desember 2024.
"Kami bisa mencapai progress ini lebih dari jadwalnya. Maksudnya, sesuai dengan kurva S-nya 52,9% sebenarnya di Januari 2023, tapi kami bisa mencapai 54,5%," tandasnya.
Seperti diketahui, smelter tembaga ini bisa menghasilkan 600 ribu ton katoda tembaga per tahunnya. Selain itu, smelter ini juga akan menghasilkan 50 ton emas dan 150-200 ton perak per tahun.
Hingga 2022, Freeport sudah menghabiskan biaya senilai US$ 1,6 miliar atau setara dengan Rp 24 triliun (asumsi kurs Rp 15.029 per US$) dari total biaya yang akan dikeluarkan sebesar US$ 3 miliar atau sekitar Rp 45 triliun.
Selain itu, seluruh tiang pancang smelter ini juga sudah selesai terpasang dan pekerjaan beton smelter dan instalasi baja juga sudah dilakukan.
Ketika smelter tembaga baru ini beroperasi secara penuh, tenaga kerja yang akan terserap setidaknya sekitar 1.500 orang. Sementara pada masa konstruksi, proyek smelter ini secara kumulatif bakal menyerap tenaga kerja hingga 40 ribu orang.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Freeport Pastikan Smelter Tembaga Beroperasi Mei 2024
