Internasional

Militer AS Wara-wiri di Dekat Taiwan, Kesabaran China Diuji

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Selasa, 28/02/2023 16:40 WIB
Foto: Dalam gambar selebaran ini milik Angkatan Laut AS yang diambil pada 28 Agustus 2022, kapal penjelajah berpeluru kendali kelas Ticonderoga USS Chancellorsville (CG 62) transit di Laut China Timur di Selat Taiwan selama operasi rutin yang sedang berlangsung. (AFP/JUSTIN STACK)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah perseteruan dengan China, sebuah pesawat pengintai Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) terbang di tengah Selat Taiwan pada Senin (27/2/2023).

Armada Ketujuh Angkatan Laut mengatakan pesawat patroli maritim P-8A melintasi perairan antara China dan Taiwan sesuai dengan hukum internasional.

"(Ini) untuk menunjukkan komitmen Amerika Serikat terhadap Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Amerika Serikat akan melanjutkan untuk terbang, berlayar, dan beroperasi di mana saja yang diizinkan oleh hukum internasional termasuk di dalam Selat Taiwan," katanya, dikutip Newsweek.


Kementerian pertahanan Taiwan mengonfirmasi hal tersebut. Dalam pernyataan publik, pesawat militer AS melakukan perjalanan dari utara ke selatan melalui perairan, yang lebarnya hanya 80 mil pada titik tersempitnya.

Namun, China tidak terima dengan hal tersebut. Kolonel Tentara Pembebasan Rakyat Shi Yi, juru bicara Komando Teater Timur PLA, yang wilayah tanggung jawabnya mencakup selat, mencela penerbangan P-8A sebagai sensasionalisme.

"Tindakan AS sengaja mengganggu dan merusak situasi regional serta membahayakan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan," kata Shi.

Dalam beberapa tahun terakhir, China telah meningkatkan penentangannya terhadap operasi militer AS di wilayah laut dan udara terdekatnya. Tahun lalu, para pejabat China mulai menyindir secara terbuka bahwa militer asing tidak memiliki hak untuk beroperasi di selat itu.

Pernyataan tersebut adalah argumen yang sebagian besar didasarkan pada klaimnya atas kedaulatan atas Taiwan, yang ditolak oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis di Taipei, dan yang tidak diakui secara resmi oleh Washington.

Kontestasi antara pasukan China dan Amerika menyangkut kemampuan AS untuk beroperasi secara bebas di Asia, karena Beijing bertujuan menumbuhkan militernya menjadi kekuatan dominan kawasan itu dalam beberapa dekade mendatang. Tetapi Washington juga khawatir dengan desain jangka panjang China di Taiwan.

Implikasi dari konflik lintas selat dapat memiliki konsekuensi yang menghancurkan ekonomi global yang jauh lebih besar daripada efek destabilisasi perang Rusia di Ukraina, menurut pejabat termasuk Menteri Luar Negeri Antony Blinken.

"Salah satu alasan mengapa dunia sangat khawatir tentang krisis di Selat Taiwan adalah karena ini bukan masalah internal, seperti yang diinginkan China, berdasarkan kedaulatannya. Ini adalah masalah yang menjadi perhatian seluruh dunia," kata diplomat top Amerika tersebt kepada The Atlantic minggu lalu.

"Lima puluh persen lalu lintas peti kemas komersial melewati selat itu setiap hari. Sebagian besar semikonduktor yang dibutuhkan dunia untuk segala hal mulai dari telepon pintar, mesin pencuci piring, hingga mobil kami diproduksi di Taiwan," katanya.

"Jika ada krisis di Taiwan sebagai akibat dari agresi China dalam beberapa cara, menurut saya itu akan menjadi konsekuensi bencana bagi ekonomi dunia dan negara-negara di seluruh dunia. Dan itu juga pesan yang semakin sering didengar Beijing," pungkasnya.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Taiwan Genjot Industri Drone Rp16 T