Korut Dihajar Malapetaka Baru, Kim Jong Un Turun Tangan
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemimpin Tertinggi Korea Utara (Korut) Kim Jong Un mendesak pejabat pemerintahannya untuk merekayasa transformasi fundamental dalam produksi pertanian. Hal ini muncul di tengah kekurangan pangan dan kelaparan yang makin memburuk di negara tersebut.
Selama hari kedua rapat pleno ketujuh Komite Pusat Partai Buruh Korea ke-8 pada Senin (27/2/2023), Kim mengatakan mencapai target produksi biji-bijian tahun ini adalah prioritas utama dan menekankan pentingnya produksi pertanian yang stabil
Kim juga menyebutkan pentingnya pertumbuhan kekuatan produktif pertanian dalam memastikan pembangunan sosialis.
Namun, laporan media pemerintah Korean Central News Agency (KCNA) itu tidak memerinci tindakan apa yang akan diambil Korut, tetapi Kim mengatakan perubahan itu perlu terjadi dalam beberapa tahun ke depan.
Para peneliti mengatakan pertanian kolektif menyumbang sebagian besar pertanian Korut. Pertanian semacam itu biasanya menampung banyak petani kecil yang menghasilkan tanaman dengan kerja bersama.
Pernyataan Kim muncul di tengah laporan meningkatnya kekurangan pangan di negara itu, meskipun Korut selama ini membantah anggapan bahwa negara itu tidak dapat memenuhi kebutuhan warganya.
Awal bulan ini, Kementerian Unifikasi Korea Selatan mengatakan situasi pangan di Korea Utara tampaknya memburuk. Kementerian mengatakan pada saat itu bahwa Korut jarang mengumumkan pertemuan khusus tentang strategi pertanian yang dijadwalkan pada akhir Februari.
Tingkat kekurangan pangan di Korut tidak jelas, tetapi dalam laporan Januari, proyek 38 North yang berbasis di Amerika Serikat mengatakan bahwa kerawanan pangan berada pada titik terburuk sejak kelaparan yang menghancurkan negara itu pada 1990-an.
"Ketersediaan pangan kemungkinan telah turun di bawah batas minimum sehubungan dengan kebutuhan manusia," kata laporan itu.
Pengejaran swasembada Korut berarti hampir semua biji-bijiannya diproduksi di dalam negeri, tetapi hal itu telah membuat negara itu rentan, menurut temuan 38 North.
Ironisnya, mencapai hasil pertanian yang memadai di tanah yang tidak menguntungkan Korut telah menghasilkan ketergantungan yang besar pada barang-barang impor dan membuat negara itu terkena guncangan global, konflik diplomatik, dan cuaca buruk.
Solusi jangka panjang untuk masalah ini sebagian terletak pada penyelesaian kebuntuan atas senjata nuklir dan sanksi, tetapi juga membutuhkan reformasi ekonomi.
Inisiasi reformasi ekonomi dalam negeri akan melepaskan kapasitas produktif Korut dan memungkinkannya mengekspor produk industri dan jasa yang dapat diperdagangkan, memperoleh devisa, dan mengimpor biji-bijian curah secara berkelanjutan secara komersial, kata 38 North.
(luc/luc)