Bukti Nyata Hilirisasi, Ekspor Andalan RI Ini Terbang 600%
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia resmi melarang ekspor bijih mineral nikel sejak Januari 2020 dan fokus pada hilirisasi. Kebijakan hilirisasi berdampak positif terhadap nilai ekspor turunan nikel selama tiga tahun terakhir.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor bijih nikel pada 2010-2019 atau 10 tahun, rata-rata mencapai US$ 710,095 juta dengan volume menembus 23,28 juta ton.
Sementara itu, ekspor ferro nikel mencapai US$ 789,43 juta dengan volume mencapai 485.521 ton. Ekspor nikel dan barang daripadanya mencapai US$ 928,57 juta dengan volume 97 ribu ton.
Hanya dengan kurun waktu tiga tahun (2020-2022), rata-rata nilai ekspor ferro nikel mampu dilipatgandakan menjadi US$ 8,48 miliar sementara nilai nikel dan barang daripadanya melonjak US$ 2,69 miliar.
Sebaliknya, ekspor bijih mineral hanya US$ 63
Dari sisi berat, rata-rata volume ekspor ferro nikel melonjak menjadi 4,05 juta ton sementara nikel dan barang daripadanya mencapai 346 ribu ton.
Volume ekspor bijih nikel rata-rata hanya tersisa 654 kg.
Khusus pada 2022, ekspor ferro nikel mencapai US$ 13,621 miliar atau melesat 424,8%% dibandingkan sebelum larangan ekspor pada 2019.
Ekspor nikel dan barang daripadanya mencapai US$ 5,98 miliar, terbang 635,2% dibandingkan sebelum larangan ekspor pada 2019.
Ferro nikel merupakan bahan utama dalam pembuatan besi baja tahan korosi dan besi baja tahan panas.
China merupakan salah satu pasar terbesar untuk produk nikel di Indonesia. Pada 2022, ekspor nikel dan barang daripadanya ke Tiongkok menembus US$ 4,49 miliar, naik 1.340% dibandingkan 2021.
Hilirisasi juga membuat ekonomi wilayah pusat hilirisasi yakni Maluku Utara terbang.
(mae/mae)