
Genting! Ekonom Hingga Seniman Ungkap Kekecewaan Soal Pajak

Jakarta, CNBC Indonesia - Media sosial masih ramai dengan ungkapan-ungkapan kekecewaan dalam melaporkan dan membayar pajak, setelah mencuatnya kasus Rafael Alun Trisambodo, seorang Kepala Biro Umum di Direktorat Jenderal Pajak yang telah dicopot dari jabatannya oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Rafael dicopot dari jabatannya karean harta kekayaannya di luar kewajaran atau di luar profilnya, yaitu mencapai Rp 56,1 miliar. Harta Rafael terungkap ke publik seusai anaknya menjadi tersangka kasus penganiayaan dan pamer harta kekayaan di media sosial seperti menggunakan mobil dan motor mewah.
Sejumlah pesohor dengan akun bercentang biru misalnya, turut mengungkapkan kekecewaannya di Twitter karena mengaku telah rutin membayar pajak, diantaranya @fajarnug***, @FiersaBes***, serta @RamliRi***. Mereka mengatakan, telah membayar pajak, tapi pejabat pajak malah bergaya hidup mewah, sehingga mereka mengaku tak percaya lagi bayar pajak.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal berujar, kepercayaan memang merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepatuhan para wajib pajak. Di samping persoalan kemudahan administrasi hingga memang kesengajaan penghindaran pajak.
Faktor kepercayaan ini menurutnya harus bisa dijaga Direktorat Jenderal Pajak bukan dengan cara pemberian kemudahan ataupun hukuman (stick and carrot), melainkan dengan cara menjaga tata kelola Ditjen Pajak itu sendiri. Jika ada kendala dalam hal tata kelola, seperti menyelewengnya para pegawai pajak, maka dipastikannya kepercayaan wajib pajak ke Ditjen Pajak melorot.
"Masalah trust ini penting karena sistem pengumpulan pajak itu sukarela self assessment, bukan assessment-nya oleh pemerintah langsung.," ucap Faisal kepada CNBC Indonesia, Senin (27/2/2023).
Karena penangananya yang tidak bisa mengandalkan skema stick and carrot, para pembayaran pajak yang sukarela itu pasti kara Faisal akan terus mengawasi Ditjen Pajak dengan sendirinya. Sebab, mereka secara sukarela menyisihkan sebagian hartanya untuk digunakan negara menjalankan kewajibannya untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
"Jadi orang bisa mau melapor atau membayar pajak ini bergantung pada trust, mereka percaya bahwa pajak yang mereka bayarkan ini betul-betul dimanfaatkan dan dikelola dengan governance yang benar menurut pandangan subjek pajak," kata Faisal.
Dengan demikian, Faisal berpendapat, jika persoalan kelemahan tata kelola pegawai pajak terus bermunculan ke publik, sebagaimana kasus Rafael alun dan dulu ada nama Gayus Tambunan, ke depan kepatuhan pembayaran pajak di Tanah Air yang tercermin dari tax ratio akan terus melemah dari yang pada 2022 tercatat hanya 10,4%.
"Sehingga dari kasus yang kita dengar baru-baru ini pendisiplinan di aparatur pajak mutlak dari pusat sampai ke daerah karena ini bukan kejadian sekali. Ada juga yang ditangkap kasus dimasalalu, Gayus misalkan itu masalah governance juga," tuturnya.
Oleh sebab itu, Faisal menekankan, supaya kepercayaan publik dapat kembali tumbuh ke Direktorat Jenderal Pajak untuk membayar pajak, maka mulai dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hingga para pejabat pajak di daerah harus mampu mendisiplinkan para pegawainya, termasuk keluarga mereka supaya tidak mengumbar gaya hidup mewah.
"Termasuk pendisiplinan juga tidak hanya kepada aparatnya, tapi juga keluarganya. Kalau ketahuan keluarganya bergaya hidup mewah itu sudah pasti bahwa satu pengumpulan kekayaan yang tidak wajar ini menggerus kepercayaan yang berdampak pada pencapaian kepatuhan pajak," ucap Faisal.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan hal yang serupa. Menurutnya kasus ini pasti akan menggerus kepercayaan publik dalam membayar pajak dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, karena berkaitan dengan kepercayaan wajib pajak tadi.
"Dengan adanya isu ini memang mengurangi trust ke otoritas pajak. Tentu dampaknya akan merambat pada tingkat kepatuhan masyarakat. Mulai ada gerakan menolak bayar pajak. Hak masyarakat untuk kecewa," tutur Fajry.
Tapi, dia mengingatkan, kepatuhan pembayaran pajak tidak bisa dianulir dengan beralasan pejabat pajaknya banyak yang menyeleweng. Sebab, ditegaskannya pembayaran pajak tidak lantas membuat uang yang disetorkan masuk ke kantor pribadi pegawai pajak, melainkan masuk ke rekening kas pemerintah.
"Kita harus sadari, tanpa pajak negara ini tak akan bisa berjalan. Siapa yang akan gaji guru, tentara, dan ASN? Ada salah persepsi juga menurut saya, masyarakat harusnya tidak khawatir dengan uang pajaknya, bahwa uang pajak ketika dibayarkan, itu langsung masuk ke kas negara," ujar Fajry.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Sosok Pejabat Pajak yang Terseret Kasus Rafael Alun