Ada Saran nih Pak Jokowi, Ekspor Timah Bisa Dilarang, Asal..
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia akan menerapkan kebijakan larangan ekspor komoditas mineral mentah pada tahun ini, salah satunya timah.
Namun sayangnya, rencana pelarangan ekspor timah ini mendatangkan pro dan kontra. Pasalnya, di satu sisi kebijakan ini baik untuk mendorong hilirisasi timah di Tanah Air, namun di sisi lain ada kondisi lainnya yang dianggap belum siap, sehingga akan terkena imbas negatif bila ada larangan ekspor timah ini.
Direktur Utama PT Timah Tbk (TINS) Achmad Ardianto mengatakan, larangan ekspor timah murni atau logam timah ini merupakan hal positif bila timah murni ini bisa diserap oleh industri dalam negeri.
Namun nyatanya, industri dalam negeri masih sangat sedikit menyerap timah murni, sementara jumlah ekspor selama ini masih sangat besar. Berdasarkan data yang dipaparkannya, produksi timah Indonesia pada 2022 diperkirakan mencapai 74.100 ton, namun konsumsi logam timah di Indonesia hanya 2.440 ton.
"Kalau kita larang ekspor timah murni tentu itu adalah hal baik selama timah murni terserap dalam negeri. Tetapi apabila timah murni tidak terserap dalam negeri, maka akan terjadi sebaliknya, produsen mengalami kendala, serapan rendah, dan menjadi persoalan pemasukan negara, khususnya pajak dan PNBP dalam produksi logam timah murni," paparnya dalam acara "Energy & Mining Outlook 2023" CNBC Indonesia di Jakarta, Kamis (23/02/2023).
Dia mengakui, dari sisi positifnya kebijakan larangan ekspor timah ini bisa mendorong hilirisasi di Tanah Air, terlebih Indonesia merupakan produsen timah terbesar kedua dunia setelah China.
Bahkan, bila China dikeluarkan dari daftar pemasok timah dunia karena mereka hanya gunakan timah untuk kepentingan dalam negeri, maka menurutnya Indonesia bisa dikatakan menguasai 40% pasar timah dunia.
Selain itu, dengan hilirisasi timah di dalam negeri, maka potensi nilai tambah di dalam negeri akan meningkat berlipat ganda.
Namun sayangnya, menurutnya masih ada sejumlah isu yang perlu dipertimbangkan sebelum kebijakan ini diterapkan. Dia menjelaskan, industri penyerap logam timah dalam negeri masih sangat kecil, sehingga masih diperlukan waktu untuk meningkatkan kapasitas hilirisasi logam timah.
Dia mengatakan, saat ini pasar untuk produk hilir logam timah untuk tin solder dan tin chemical masih kecil. Di sisi lain, sebagian besar bahan baku untuk produksi tin chemicals dan tinplate masih impor dengan harga yang relatif mahal dan belum terdapat produsen Indonesia yang dapat memasok bahan baku tersebut.
Di sisi lain, kini belum terdapat keistimewaan bagi industri logam industri hilir logam timah dari sisi royalti, pajak, dan insentif dari pemerintah.
Oleh karena itu, menurutnya diperlukan strategi jitu pemerintah agar pelaksanaan hilirisasi dan pelarangan ekspor bisa berjalan sedemikian rupa.
"Kuncinya, capital harus murah, sehingga bahan baku bisa dimaksimalkan," ucapnya.
Tak hanya itu, perbedaan karakter antara industri hulu dan hilir juga harus dipertimbangkan. Pasalnya, di industri hilir, perusahaan akan berlomba-lomba mengekspor merek jual produk mereka atau dengan kata lain akan terjadi "perang merek".
(wia)