
Sah! Tahun Ini, 42 Perusahaan Boleh Dagang Emisi Karbon

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi meluncurkan Perdagangan Karbon Subsektor Tenaga Listrik. Dengan itu, setidaknya terdapat 42 perusahaan dan 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang boleh melakukan perdagangan karbon tersebut.
Sebagaimana diketahui, Kementerian ESDM sendiri telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.
Peraturan Menteri ini salah satunya mengatur mengenai perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik dan akan menjadi acuan dalam pelaksanaan perdagangan karbon tersebut.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan (Dirjen Gatrik) Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu mengatakan pada 2023 pihaknya telah menetapkan nilai Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) kepada 99 unit PLTU Batubara dari 42 perusahaan yang akan menjadi peserta perdagangan karbon. Adapun secara total kapasitas terpasang mencapai 33.569 MW.
"Ini cukup besar, ini hampir sama dengan Jamali. dimana 55 unit PLTU dari PLN grup, 44 unit dari IPP dengan 85 unit dari non mulut tambang dan 14 unit dari mulut tambang," ujar Jisman.
Ke depannya, secara bertahap perdagangan karbon di sub sektor pembangkit tenaga listrik pada fase kedua dan ketiga akan diterapkan pada pembangkit listrik fosil selain PLTU batubara dan tidak hanya yang terhubung ke jaringan PT PLN (Persero).
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan sesuai dengan kerangka waktu pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030, perdagangan karbon di sub sektor pembangkit listrik akan dilaksanakan dengan tiga fase. Pada fase 1 2023 perdagangan karbon pertama kali akan dilaksanakan pada PLTU batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PLN.
"Kapasitasnya lebih besar atau sama dengan 100 MW dan terdapat 99 unit PLTU batu bara yang tadi disampaikan ada 33 GW kurang lebih. Ini hampir separuh kapasitas nasional kita," ujar Arifin dalam Peluncuran Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia, Rabu (22/2/2023).
Berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik yang telah disusun, pelaksanaan perdagangan karbon berpotensi dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar lebih dari 36 juta ton CO2e di tahun 2030.
Untuk itu, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional.
"Nilai Ekonomi Karbon ini merupakan mekanisme pasar yang memberikan beban atas emisi yang dihasilkan kepada penghasil emisi, sehingga dapat dikatakan Nilai Ekonomi Karbon dapat memberikan insentif bagi kegiatan yang dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca," ujar Arifin.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jualan Baru Jokowi, RI Bisa Dapat Durian Runtuh Rp4.500-an T
