
Jokowi Boleh Beri Insentif Kendaraan Listrik, Tapi...

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat ini, Pemerintahan Presiden Jokowi tengah menggodok bentuk insentif dan pemberian subsidi kendaraan listrik. Pemberian subsidi dan insentif ini diperuntukan untuk kendaraan pribadi, yakni mobil dan motor listrik. Pemerintah berdalih, kebijakan ini dilakukan agar masyarakat dapat beralih kendaraan dari yang berbahan bakar fosil menjadi berbahan bakar listrik.
Namun, langkah kebijakan ini dinilai tidak tepat sasaran oleh Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno. Menurutnya pemberian insentif justru hanya menambah jumlah kendaraan di jalan dengan kendaraan listrik. Dia melihat hal itu akan memperparah kemacetan di jalanan dan jelas ini tidak menyelesaikan masalah lalu lintas di Indonesia.
Oleh karena itu, ketimbang memberikan subsidi pada kendaraan pribadi, Djoko menilai dana tersebut akan jauh lebih tepat sasaran jika dialihkan kepada transportasi publik yang berbahan bakar listrik, seperti kereta listrik dan bus listrik.
Menurutnya, dengan memperbanyak transportasi publik yang nyaman hal itu akan membuat masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi publik dibanding kendaraan pribadi. Dengan demikian, secara otomatis kendaraan pribadi berbahan bakar fosil akan perlahan ditinggalkan.
"Jika (dana insentif) diberikan ke kendaraan umum, macet, polusi dan kecelakaan akan teratasi sekaligus. Insentif kendaraan listrik semestinya dialokasikan untuk pembelian bus listrik untuk angkutan umum. Hal ini akan mendorong penggunaan angkutan umum yang nyaman dan ramah lingkungan, sehingga dominasi kendaraan pribadi dapat dikurangi," jelasnya.
Hal ini sejalan dengan kondisi layanan transportasi umum yang semakin menurun dan kondisi geografis yang menyulitkan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Maka menurutnya akan lebih bijak insentif kendaraan listrik tersebutdiprioritas untuk membenahi transportasi umum, mobilitas di daerah 3 T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) dan daerah kepulauan. Dengan begitu, angka inflasi dapat ditekan dengan makin banyak warga menggunakan transportasi umum di perkotaan.
Menurut Djoko, salah satu praktik baik yang bisa dicontoh pemerintah adalah penggunaan kendaraan listrik yang beroperasi di Kota Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Warga di sana sudah menggunakan kendaraan listrik dalam mobilitasnya sejak 2007. Hingga sekarang sudah 4.000 unit kendaraan listrik yang sudah beroperasi.
"Alasannya, distrik ini kesulitan mendapatkan BBM dan kondisi jaringan jalan yang tidak lebar seperti jalan pada umumnya. Lebar jalannya rata-rata 4 meter dan dibangun di atas rawa. Kawasan-kawasan yang sulit distribusi BBM, insentif motor listrik di kawasan ini bisa menjadi solusi yang baik daripada harus mendistribusikan BBM dengan ongkos mahal," sarannya.
Oleh karena itu, Djoko mengatakan pemberian insentif dan subsidi kendaraan listrik akan jauh lebih bijak dan tepat sasaran jika diberikan kepada daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) dan kepulauan, yakni daerah-daerah yang sulit mendapatkan BBM.
Menurutnya, daripada menambah BBM dengan ongkos angkut yang mahal, memberikan insentif untuk mendapatkan kendaraan listrik dirasa lebih menghemat anggaran negara.
"Dengan memberikan subsidi pada kendaraan listrik di Daerah 3 T, nantinya bisa berfokus pada perbaikan infrastruktur listrik yang tersedia. Sembari menyuplai bahan bakar untuk pembangkit listrik di daerah tersebut secukupnya. Infrastruktur listrik juga perlu perbaikan, sehingga ekosistem akan terbangun dan ketergantungan BBM bisa dikurangi," jelasnya.
Terlebih menurutnya, saat ini Indonesia sudah memiliki bus listrik produk dalam negeri yang diproduksi PT INKA di Madiun, yang merupakan kolaborasi BUMN (PT Inka), Perusahaan karoseri (Piala Mas dan Tentrem) dan Perguruan Tinggi (UGM, Unair, ITS dan ISI Denpasar) yang sempat digunakan selama perhelatan G20 di Bali. Menurutnya, bus listrik bikinan PT INKA ini dapat diproduksi lagi untuk membenahi transportasi umum perkotaan.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Startup Ini Buka Data Atas Kritik Mobil Listrik Anies
